Sunday, February 24, 2008

We are survivors

*Curhat salah seorang sehabatku tiba-tiba membuatku tersadar seketika. Betapa kita sebagai manusia ternyata adalah makhluk yang teramat tangguh.*
Mari kita melamun sejenak ke masa lampau. Berapa kali kita telah mengalami kegagalan. Dari masa yang paling dini. Masa bayi, ketika kita menangis kesal karena tidak bisa menemukan puting ibu, atau muntah karena belum mampu menelan bubur bayi, atau menjerit kesakitan ketika terjatuh karena belajar berjalan, tapi itu tidak mengakhiri segalanya. Perlahan tapi pasti akhirnya kita mampu menghisap asi dengan benar dan mampu mengunyah makanan bahkan dapat menyuap sendiri. Jika tahapan belajar berjalan bisa dilalui kita mulai bisa berlari.
Bergeser sedikit kemasa anak-anak ketika kita mulai belajar melompat dari ketinggian, belajar naik sepeda, bahkan berlomba lari untuk mengetahui siapa yang paling cepat, lagi-lagi kita mendapat pelajaran yang sama.Melompat membuat kita terjatuh, belajar sepeda juga membuat kita terjatuh, dan berlari pun masih membuat kita jatuh, kita tetap belum menyerah. Betapa kita semua tahu pada masa anak-anak berlari dan melompat adalah kegiatan yang paling menyenangkan.
Dimasa remaja mungkin kegagalan tidak lagi dalam bentuk fisik semata. Kegagalan dalam menyatakan perasaan suka terhadap seseorang, ingin mengemukan pendapat pada orang tua tapi malah pada akhirnya terjadi konflik, atau penolakan dari kelompok tertentu yang membuat kita terkucil. Dan tetap kita bisa melewati masa remaja yang teramat sulit itu. Pada akhirnya kita bisa memacari seseorang, mulai ada kompromi dengan orang tua dan menemukan sahabat yang mau menerima kita apa adanya.
Ketika aku duduk di bangku kuliah, dokter mendiagnosa aku memiliki kista yang harus segera di operasi. Aku bertanya, "kira-kira penyebabnya apa ya dok?". Dia hanya mengangkat bahu dan mengatakan, " Ini semua adalah takdir". Aku pun mencoba untuk mendesak, " Apa pola makan saya ada yang salah barangkali?" Dia menggelengkan kepalanya dan berkata lagi, " Tidak ada yang salah, anda bahkan tidak merokok dan tidak meminum alkohol makanya saya bilang ini semua adalah takdir!" Pada saat itu aku sangat sangat kecewa. Aku kecewa pada dokter yang tidak memberikan jawaban yang memuaskan dan aku bahkan kecewa kepada Tuhanku mengapa dia memberikan takdir seperti ini kepadaku, sedangkan orang lain tidak. Aku menangis berhari-hari mencoba menggugat Tuhanku. Aku merasa bahwa hidup ini sangat tidak adil.
Tapi kemudian aku menjadi sadar bahwa takdir ini bisa aku rubah. Aku memutuskan untuk menjalani operasi dan telah merubah takdirku yang memiliki kista menjadi tidak memiliki kista lagi. Aku berhasil melewati saat-saat sulit itu. Tapi tiga tahun kemudian tumbuh kista baru lagi. Dan aku harus kembali menjalani operasi lagi. Aku menjalaninya dengan kondisi yang lebih tegar dari sebelumnya. Semua berakhir? Belum.. Tiga tahun kemudian lagi-lagi aku divonis dengan diagnosa yang sama. Kali ini aku sudah dalam kondisi yang amat tegar karena aku telah melahirkan anak pertamaku. Aku harus survive karena aku tahu anakku sangat membutuhkanku.
Dilain sisi kehidupan berumah tangga juga menuntut kita untuk menjadi survivor. Ada kalanya konflik dengan pasangan yang berakhir dengan pertengkaran hebat membuat kita tergoda untuk mengakhiri semuanya. Tapi itu bukan jalan keluarnya. Ketika emosi telah mereda dan saling memaafkan, kekuatan cinta jugalah yang menuntun kita untuk jadi survivor.
Urusan domestik rumahtangga juga bisa dijadikan contoh. Dulu aku menggunakan jasa "maid" ( rasanya lebih sopan daripada menyebut pembantu ) yang menginap dirumah. Begitu aku memutuskan untuk tidak menggunakannya melainkan hanya maid yang datang disiang hari dan pulang di sore harinya aku benar-benar kelimpungan. Pagi hari adalah saat yang paling kacau-balau karena semua akan berangkat dan butuh sarapan. Seiring dengan waktu aku jadi bisa mengatur agar sarapan siap pada waktunya dan lunch box sudah masuk ke tas masing-masing lengkap dengan isinya.
Ketika aku memutuskan untuk menjalankan usaha sendiri, berkali-kali kegagalan datang menghampiriku. Mulai dari omset yang seret sampai ditipu oleh pelanggan bahkan dikibuli karyawan oleh karyawan sendiri. Tapi itu belum merubah apapun karena aku selalu duduk dikursi yang sama dan berkata kepada diriku sendiri, "i'm survivor". Semua kegagalan yang aku hadapi aku anggap sebagai sarana untuk mengasah kemampuanku agar lebih baik lagi.
Keluar dari kehidupan pribadiku, mari kita lihat betapa banyaknya survivors di sekeliling kita. Mulai dari pedagang asongan hingga pejabat koruptor. Jika pedagang asongan berusaha survive demi sesuap nasi, maka pejabat koruptor survive demi sekoper berlian.
Menjadi manusia dewasa dengan segala kompleksitas nya adalah suatu keharusan. Disamping keberhasilan adakalanya kegagalan yang harus kita terima. Tapi kita manusia yang memiliki naluri untuk mempertahankan hidup. Semakin kita dikondisikan sulit semakin kita berusaha untuk menemukan jalan keluarnya. Jangan takut menghadapi kegagalan!

No comments: