* Apa artinya merdeka jika harga kebutuhan pokok melambung tinggi, pendidikan mahal dan tidak dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat, kesehatan tidak terjamin, kesenjangan sosial semakin nyata, dan pengangguran dimana-mana*
Dua minggu yang lalu semua rakyat Indonesia merayakan peringatan hari kemerdekaan. Mengenang detik-detik proklamasi dengan pengibaran kembali Bendera Pusaka dan pembacaan Naskah Proklamasi. Disusul dengan kemeriahan aneka lomba-lomba mulai dari perumahan mewah hingga ke kampung kumuh.Lomba yang nyaris sama dari tahun ke tahun. Lomba yang itu-itu saja; makan kerupuk, balap karung, tarik tambang, panjat pinang, terasa sangat monoton.
Tapi di Makasar agak sedikit kreatif, mereka mengadakan lomba menangis. Aku kurang mengerti maksud panitia mengadakan lomba seperti ini. Apakah mereka menyindir keadaan bangsa yang memang agak menyedihkan atau memang begitu banyak air mata yang telah tertahan dan harus segera dikeluarkan. Yang jelas lomba ini diikuti oleh banyak wanita. Tidak ada pria yang berkenan untuk ikut. Realitanya memang wanita yang paling merasakan akibat dari kebobrokon sistem pemerintahan kita saat ini.
Aku pribadi juga mulai merasa apatis dengan keadaan negara saat ini. Ekonomi yang mulai memburuk ditandai dengan laju inflasi yang cukup tinggi dan sektor riil yang tidak berjalan. Ngomong-ngomong bo' dari pada aku mulai merasa jadi Sri Mulyani, mendingan kita bernostalgia aja deh ama 17 Agustus jaman dulu.
Kenangan yang paling tua yang samar-samar masih aku ingat adalah menonton karnaval (sering juga disebut pawai) pada saat aku berumur 6 tahun. Dulu karnaval merupakan tradisi di kampungku. Semua berbondong-bondong datang menyaksikan karnaval. Tua muda, mulai dari bayi yang digendong ibunya, anak-anak, remaja hingga orang tua alias kakek nenek semua tidak ada yang mau ketinggalan. Termasuk aku dan nenekku yang kala itu belum terlalu tua menurutku karena dia masih menggendong adikku yang masih bayi.
Semua bersuka cita dengan acara yang di gelar setahun sekali ini. Bahkan penduduk dari pinggiran seperti Rangau, Pematang pudu, Kandis, dll, khusus datang dengan naik mobil cateran. Pokoknya semua tumpah ruah di Jalan Sudirman yang merupakan jalan utama satu-satunya di Duri.
Ada kejadian pada hari itu yang tidak dapat aku lupakan seumur hidupku. Mau tau kejadian apa? Ini kronologisnya. Tidak lama setelah karnaval berakhir penonton pun mulai bubar. Aku minta uang pada nenek untuk membeli permen. Tapi dulu aku tidak menyebutnya permen melainkan gula-gula. Seingatku saat aku anak-anak memang aku sangat keranjingan gula-gula. Saking keranjingannya, jika stok gula-gula mamaku habis, aku sering memakan gula pasir bersendok-sendok. Apalagi gula merah atau gula aren. Mamaku selalu menyembunyikan di tempat yang aman jika tidak ingin kehilangan atau habis dimakan olehku. Malah saking gilanya lagi, aku sering diam-diam menghisap tablet atau obat yang bersalut gula. Setelah manisnya habis, biasanya obatnya aku buang. ( mungkin dalam hayalanku aku makan M & M atau Cha-cha ) Dan parahnya lagi, kata mamaku, termasuk pil KB mamaku tidak luput dari incaran. Alhasil aku satu-satunya anak umur 4 tahun yang udah nyoba pil KB. Hihihihihihihi........( ketawa setan )
Nah kembali ke cerita aku beli gula-gula tadi. Kebetulan warung yang aku tuju untuk beli gula-gula ada di seberang jalan. Aku pun berhasil sampai di seberang karena dulu mobil serta kendaraan lain belum banyak. ( Maklum lah bo'...Duri,...di tahun 1980 pulak). Aku membeli gula-gula Sugus. Dapat lumayan banyak. Penuh dalam 2 genggaman tanganku. Tiba saatnya aku kembali ke nenekku, yang berarti aku harus menyebarangi jalan. Dari jauh aku melihat sebuah oplet tua berjalan pelan. Aku mulai gugup. Menyeberang atau tidak. Langkahku mulai ragu-ragu. Maju mundur. Trus maju lagi mundur lagi. Trus aku maju beneran pada saat bersamaan oplet ada tepat di depanku. Ciiiiiiiiiit.......( ini bunyi ban ya sodara-sodara , bukan bunyi tikus atau anak burung )...BRAK!.....(nah ini bunyi badanku ketabrak oplet) Aku terhempas ke aspal. Semua permen yang aku pegang terlepas dan berserakan di atas jalan raya. Pandanganku mulai berkunang-kunang. Dalam sekejap orang-orang langsung datang mengerumuniku. Dan salah seorang yang mengenaliku langsung menggendongku. Membawaku ke sebuah mobil dan langsung menuju ke rumah sakit Caltex ( waktu itu masih di Sebanga. Ada yang nggak tau Sebanga? Silahkan liat aja di peta ) Aku juga ingat sepanjang perjalanan nenekku menangis meraung-raung dan berkali-kali menyesali dirinya. Padahal aku merasa aku nggak apa-apa. Cuma luka-luka dan memar-memar aja. Malah aku terus memikirkan siapa orang yang beruntung itu, yang memunguti gula-gulaku yang tumpah ( Oh,..Gosh..) Sesampainya di Rumah Sakit, dokter memeriksa seluruh tubuhku. Terutama kepalaku. Karena aku tidak hilang kesadaran, tidak muntah dan tidak pingsan, maka kekhawatiran akan adanya trauma dikepala alias geger otak dapat dikesampingkan. (Tapi sampai hari ini jika aku melakukan sesuatu yang abnormal, aku sering menganggap itu geger otak yang datangnya belakangan. hehehe...)
*Dan Alhamdulillah sampai hari ini aku masih di beri umur panjang*
Kenangan karnaval 17 agustus pada saat aku sekolah dasar tidak terlalu istimewa. Tapi juga tidak terlalu mengecewakan. Kwalitas pawainya agak bagus karena Caltex yang diwakili oleh tiap departement-nya mendekorasi kendaraan dengan berbagai macam tema dan model. Satu hal yang cukup menyebalkan bagiku adalah selalu di tunjuk untuk memakai pakaian adat. Dan dari tahun ketahun juga selalu kebagian PAKAIAN ADAT JAWA. Dasar SD negeri ndeso. Nggak kreatif. (Atau,.. haruskah ku salahkan wajahku yang katanya sangat "javanese" ini? Entahlah,...) Tapi diakhir sekolah dasar, ketika aku duduk di kelas enam aku merasa sangat bahagia ketika aku dipasangkan dengan cowok teman sekelasku yang aku suka. ( Najong nggak sih, kelas enam dah naksir cowok? Ehem,..ehem...)
Pas aku SMP, nah ini dia neh. Dasar ABG berat, yang katanya sedang mencari jati diri, aku mulai berani menolak kemauan guru yang ingin agar aku memakai pakaian adat jawa. ( Again?!"....Come on!...). Aku bilang, "Saya lebih baik jadi Gadis Sampul dari pada harus mengenakan pakaian adat Jawa". ( Huuuuuu,.....) Dan setelah melalui perundingan yang alot, debat kusir tentang siapa yang duduk disamping pak kusir yang sedang bekerja mengendarai kuda supaya baik jalannya, tuk tik tak tik tuk tik tak tik tuk ( lho kok jadi nyanyi?!....) Akhirnya guruku setuju dengan keinginanku. PAKAIAN PECINTA ALAM. Jreng,..jreng,..jreng,...
Aku yang gelo pada hari H bergaya habis-habisan sebagai anak pecinta alam. Bawa ransel gede, pakai jaket ( padahal harinya puanas banget ) pakai kacamata hitam, pake ikat kepala, bawa gitar (padahal sumpah mati aku nggak bisa nggitar), makan permen karet long bar,...lama-lama kok aku malah merasa mirip bandit ya dari pada mirip pecinta alamnya? hihihi.....(ketawa setan lagi)
Pas aku SMA sama sekali tidak ada kenangan yang tersisa. Karena kalau aku nggak salah karnaval sudah tidak diadakan lagi. Atau mungkin aku yang sudah kelewat berani menentang kemauan guru dan memutuskan untuk tidak terlibat sama sekali dengan acara 17 agustusan. Aku tidak terlalu ingat. Halo teman-teman SMA ku,...ada yang bisa menyegarkan ingatanku. Tolong bantu aku ya,....
No comments:
Post a Comment