Sunday, February 24, 2008

Migren

Pagi ini bangun kesiangan. Jam 7 lewat 5. Subuh? Ya..bablas rek..(Maafkan hamba Mu yang hina dina ini ya Allah,..) Ini semua gara-gara anak-anak yang menggedor pintu kamar jam 2 pagi. Aku yang setengah melek setengah merem, sambil berjalan kekamar mereka, lupa membawa hp yang alarmnya sudah disetel untuk jam 5 pagi. So,...jam 7 lewat 10, terjadilah kehebohan luar biasa dipagi yang biasanya damai itu.
Anak-anak pun dengan ajaibnya begitu dengan kata "jam 7 lewat 10...!" langsung lompat dari tempat tidurnya. Tanpa babibu langsung mandi. Padahal biasanya kalau dibangunkan jam 6 pada lemes-lemes gitu. Kok bisa ya? Oh,..ternyata mereka takut juga kalau datang terlambat.
Karena kesiangan, "tebengan saling menguntungkan" ( karena dia si temanku kebagian jatah mengantar dan aku kebagian jatah menjemput ) juga sudah berangkat duluan. Which mean, aku pagi ini aku harus mengantar mereka kesekolah dan siang aku juga harus menjemput mereka sepulang sekolah. Jadi kerjaan ekstra deh, kalau di bayar ekstra memang enak, tapi ini kerja ekstra dan tidak di bayar pula,..ck...
Dan pagi itu, jam menunjukkan pukul 07.35. Karena sudah diultimatum :" You only have 30 minutes mom.."maka aku pun mengeluarkan semua jurus sopir angkot yang aku miliki. Salib kiri...zig..salib kanan..zag..kiri...kanan...zigzag,.. obras,.. bordir.. (emangnya mesin jahit?!...)Gaaas pool!....reeeem,...ciiiiiit...!Sampai di sekolah jam 8.05. Telat 5 menit. It's ok "kok" girls...Yang nggak ok itu para pengguna jalan lain yang merasa terganggu dengan aksi ugal-ugalanku. Maafkan ya..( I can't) promise It won't be happen again...hehehe...
Lapar juga rasanya karena belum ada sedikitpun makanan yang masuk ke perutku. Tapi sebelum makan aku menyempatkan diri untuk berbelanja beberapa kebutuhan pokok dulu. Setelah selesai berbelanja aku malah bingung memutuskan untuk makan apa. Akhirnya aku memasuki sebuah restoran Kfc di sebuah plaza. Karena masih jam 10 aku putuskan untuk brunch alias breakfast and lunch. Hm...makanan sampah itu aku pesan dengan porsi yang boleh dibilang "cukup banyak" kalau nggak mau dibilang maruk.Hihi..
Restoran dalam keadaan sepi. Satu-satunya pengunjung hanyalah aku. Seorang manusia antik yang sedang menikmati makanannya dengan lahap. Ditengah ritual makanku itu tiba-tiba datang segerombolan anak laki-laki berusia sekitar 9-10 tahunan. Mereka berenam. Mereka kelihatan cukup bersih dan pakaiannya juga cukup rapi. Pliz..jangan bilang aku mata cowok-an. Secara aku yang nggak punya anak laki dan mereka seumuran dengan anakku. Maka dalam tempo sekejab jadilah mereka korban "analisis sesaat" ku yang kadang merupakan "analisis sesat".
"Beli eskrim.. yok, beli eskrim.."kata salah seorang dari mereka. Beberapa setuju tetapi beberapanya lagi tidak setuju. Lalu mereka mulai menghitung-hitung uang,.."cukup kok...cukup..buat ntar kan 10rb...eskrim 1600..." Duh,...aku rasanya sudah kepingin untuk membelikan mereka eskrim yang harganya tidak seberapa itu,...tapi tunggu dulu...ntar bisa-bisa dikirain tante girang lagi nyari mangsa lagi. Atau lebih parah lagi dikira penculik yang akhir-akhir ini sering gentayangan...mau yang lebih sadis lagi?...dikira pelaku mutilasi...Hiii...ngerii...
Akhirnya kulihat mereka semua sepakat untuk membeli eskrim dan duduk dengan manis di meja sebelahku sambil menikmati eskrim-nya masing-masing. Dan mulailah aku menguping obrolan mereka. Ingin tahu juga kan kalau anak-anak umur segitu berkumpul kira-kira apa sih yang jadi topik obrolan mereka. Pertama masih membahas masalah eskrim. Lalu,.."Eh,...ntar gua duduk disebelah elu ya,...ntar kalo Hantu Ambulance-nya muncul gimana?..serem tau...!"..kata seorang bocah yang badannya paling kecil. "Hiik,..sepotong tulang ayam rasanya menyodok kerongkonganku, sebenarnya tidak ada tulang ayam yang masuk ke kerongkonganku tapi rasanya lebih kurang seperti itu. Aku tersedak! Mataku melotot kayak mau keluar. Buru aku menyambar minuman dan glek...glek..glek...akhirnya bisa bernafas dengan normal juga.
Apa?!...Mereka mau nonton pilem di tuwenti wan, hari ini, jam segini dan pilem horor pulak. Kepingin sekali rasanya aku memukuli pantat mereka dan menyuruh mereka untuk segera pulang. Tapi apalah aku? Dan siapalah aku?...Emaknya bukan, uwaknya juga bukan. Apa hak aku untuk memukuli pantat anak orang. Apa lagi dengan segala teori psikologi yang mengharamkan pemukulan terhadap anak. Bisa berdosa besar aku. Bisa masuk neraka juga nanti aku.
"Lihat,..liat...tuh ada cewek-cewek..."salah seorang dari mereka tiba-tiba berseru dengan penuh semangat. "Mana...mana....?" teman-temannya berusaha melihat semua. Dan mulailah suit-suitan itu. Dan mulailah panggilan ..cewek!..cewek!(berikut bunyi ketok-ketok nya..) Ya...Ampuuuun....ngelap ingus aja baru bisa...cebok juga entah bersih entah enggak,..eh..udah bisa-bisanya menggodain cewek. Inaaaang....
Seandainya ada yang merekam ekpresiku mungkin akan jelas terlihat bagaimana perubahan raut wajahku dari yang penuh kasih sayang menjadi penuh kemarahan. Tapi dengan wajah polos tanpa dosa mereka kembali sibuk dengan rencana mengatur posisi duduk di dalam studio nantinya. Dan tiba-tiba aku sadar ini bukan salah mereka. Mereka hanyalah kertas putih polos yang siap digambari dan ditulisi dengan apa saja. Salahkan siapa? Aku nggak berani menyalahkan orang tua mereka. Aku sendiri saja sebagai orang tua belum tentu becus. Meskipun aku berusaha semaksimalnya. Tapi demi Tuhan aku tidak berani menunjuk ke orang sebelum aku melihat ke diri aku sendiri. Tapi kalau menyalahkan kapitalis yang menyuguhkan tontonan sampah dan petugas yang mau menjual tiket masuk kepada anak dibawah umur,...aku paling berani. Aku mengutuki mereka yang sudah tidak punya kepedulian terhadap generasi muda....Ah,...dunia makin kacau saja ya...
Dari pada aku makin sesak napas sendiri melihat mereka aku putuskan untuk segera meninggalkan tempat itu. Aku naik kelantai dua menuju ke Gunung Agung. Si kakak sudah kehabisan stok bacaan untuk book report nya. Mungkin membeli beberapa buku cukup buat persediaan sampai bulan depan. Aku memilih 2 buku karangan Mark Twain dan 2 buku Edgar & Ellen, sikembar nakal dan bersiap-siap menuju kasir. Tapi,..wait...bukankah ini segerombolan anak perempuan yang tadi di goda oleh segerombolan anak laki-laki tadi? Mereka sedang melihat-lihat stationary. Kali ini aku benar-benar sudah tidak bisa menahan diri. Lalu aku pun bertanya, "Kok nggak sekolah?"...Mereka pun berebutan menjawab,.."Udah pulaaaaang...." Lalu kutanya lagi, "Jam segini kok udah pulang?"....Dan mereka lagi-lagi berebutan menjawab,..."Gurunya mau rapat...iya,... gurunya rapat jadi kita disuruh pulaaaang..." Lalu kataku,"Oh...gitu...terus kalian mau kemana lagi?"...kali ini aku agak deg-degan menunggu jawaban mereka..."Mau ke tuwenti waaan,...mau nonton Hantu Ambulaaaance..." Maaak nyuuuut...bukan Maaak nyuuuus ya tapi Maaak Nyuuuut....kepalaku langsung cenut-cenut....
Dari sore sampai malam aku tergeletak di kasur. Migrenku kambuh. Tidak tahu pemicunya apa, apakah karena kaget dibangunkan tadi malem atau pagi langsung mencelat dari tempat tidur, atau karena tidak sarapan, atau makan siang yang acak-acakan atau menyaksikan anak-anak yang mau menonton hantu ambulan atau apa...atau...entah...
"Makan malem beli aja ya,...mami nggak bisa bangun nih,....!"
"Yuuuuhuuuuu....."

Bingung juga yach,..

Katanya mesti kerja keras. Jadi minggu-minggu terakhir ini aku sedang disibukkan dengan aktifitas bagaimana menaikkan omzet percetakan. Niat pengen jual rumah sampe hari ini belum kesampaian. Udah macem-macem broker yang dipake, udah cape ngomong kesana-sini, udah jawab telfon yang ternyata cuma tanya doang, tuh rumah sampai hari ini dan detik ini masih belum laku juga. Hhhh...Cape juga. Terakhir kita putuskan bahwa tu rumah mesti disekolahin dulu di bank. Maksudnya,...sertifikatnya diagunkan dulu di Bank sehingga kita dapat pinjaman yang nantinya bisa digunakan untuk modal kerja. Ide yang sangat cemerlang untuk ingerosalina. Yeah...!( Ini tanda tanda orang stress, ngomongnya udah mulai ngaco, tata bahasa nggak karuan, mandi jarang..eh..nggak ding, kalo mandi aku tetep rajin. Bahkan sampe 3x sehari, berharap warna kulit bisa agak memudar dikit. Hehehe..Udah ah,..serius dikit napa? )
Jadilah minggu ini jadi sering meng-copy sertifikat dll terus bolak-balik ke Bank nemuin bagian kredit. Kemaren juga abis di interview lagi ama AO-nya. Dasar akunya tukang ngobrol, jadilah urusan pekerjaaan orang itu sekalian sarana ngobrol ngarol ngidul. Ditemani suguhan minuman dan camilan, kunjungan yang normalnya setengah jam menjadi hampir 2 jam. Biar kapok tu orang. Pulang ke kantornya pasti diomelin ama atasan. Sukurin loe!
Mudah-mudahan 2 minggu lagi permohonan disetujui dan dananya segera cair. Nasib...nasib...Kenapa aku jadi si ratu kredit gini ya?..Tapi nggak papalah. Mumpung masih muda, hidup agak di "push" dikit. Siapa tau kalo ntar aku berhasil pengalaman hidupku akan jadi referensi untuk orang lain, atau kalo pun nantinya aku berhasil pengalaman hidupku bisa dijadiin biografi, atau...kalo aku berhasil juga aku bisa ngajarin orang-orang yang baru mulai. (nggak mau nulis kemungkinan terburuknya. Amit-amit..Mending nulis yang indah-indah aja. kikikik...)
Kemaren sore nih ada kasus. Ceritanya begini: Bapak A selalu mengerjakan pekerjaan bubutnya di bengkel ipaabong. Biasanya dia yang berbelanja semua bahan-bahan yang diperlukan sehingga ipaabong hanya bertugas untuk mengerjakan pekerjaan itu yang nanti dibayarkan uang jasa pengerjaannya. Jadi cukup jelaskan? Ipaabong tidak modal apa-apa. Cuma ngelas, ngebubut, dll lalu dibayar sekian. Ok? Bagian ini cukup jelas kan?
Lalu kemaren sore si Bapak A ini tidak ada uang untuk belanja bahan maka dia ingin meminjam uang dulu dari ipaabong senilai katakanlah 2 jt. Tapi nanti, 2 minggu kemudian, pada saat melunasi dia akan membayar senilai 2,5 jt sebagai balas jasa. Tentu ipaabong akan mendapatkan untung bersih 500 ribu. Tanpa melakukan apa-apa dan dapat 500 ribu. Hm...menggiurkan sekali...Tapi simak percakapan berikut:
Agung : "Gimana? Mo dipinjemin nggak? Ini sudah masuk kategori riba lho..
Inge : "Lho, itukan keuntungan kita. Kita sudah meminjamkan dia modal kerja. Wajar dong kalo kita mendapatkan sedikit uang lelah..."
Agung :"Uang lelah apaan? Kita nggak ngelakukan apa-apa kecuali meminjamkan uang yang akan dikembalikan berikut bunganya. Itu namanya rentenir, sayang..."
Inge :"Tapi nggak dong...ama dia kan bikin modal kerja dan dia nantinya akan dapat keuntungan. Nah keuntungan itulah yang dibagikan dengan kita. ( masih berusaha mencari pembenaran...)
Agung :" Mau beralasan 1001 macam, tetep aja itu namanya riba. Ini urusannya sama Tuhan. Dan Tuhan nggak bisa dibohongin.
Inge : (glek...) "Yaaah,...jadi nggak boleh gitu?"
Agung :"Ya terserah. Ini semua tergantung ama hati nurani masing-masing. Kalo kesempatan ini mau diambil, ya diambil. Kalo nggak, ya enggak. Gampang toooh..."
Jadi teman-temanku sekalian, alangkah beratnya untuk tetap berada di jalur yang benar. Ada kesempatan untuk mendapatkan sesuatu dengan cara yang sangat gampang tetapi jalannya tidak benar, dan ada juga kesempatan untuk mendapatkan sesuatu dengan susah payah dan selalu berusaha di jalan yang benar. Pilihannya semua ada di tangan kita masing-masing.....

Insiden tali

Sini aku ceritain tentang insiden yang terjadi beberapa waktu yang lalu. Berawal dari jamuan makan siang untuk kerabat yang kebetulan sedang datang berkunjung. Secara aku yang tidak bisa “masak banyak” memilih untuk makan di restoran saja. Tidak bisa masak banyak maksudnya, aku bisa masak dan masakanku juga lumayan enak (ini kata suami dan anak-anakku, orang lain nggak tau dah…) Cuma,…aku nggak bisa masak dalam porsi yang banyak. Meskipun racikan bumbunya sudah aku gandakan tetap aja rasanya lari alias cemplang. Jadi…intinya aku bisa masak enak kalo porsinya kecil. Maksimum untuk 4 orang deh. Lebih dari itu nggak janji.
Setelah makan siang yang cukup menguras kantong kegiatan dilanjutkan dengan window shopping. Keliling-keliling nggak juntrungan akhirnya memutuskan pulang setelah kaki terasa pegal. Kebetulan siang itu cuaca agak mendung. Aku pun menginstruksikan agar yang lain menunggu di lobby dan cukup aku saja yang mengambil mobil di parkiran. Berjalan dengan penuh rasa percaya diri aku melemparkan senyum kepada setiap orang yang bersirobok pandang denganku. Terakhir adalah satpam yang membukakan pintu untukku. Aku memberikan senyum yang manis sambil tidak lupa mengucapkan terimakasih. Sambil bersenandung aku kian dekat ke mobilku. Ketika akhirnya sampai di mobil seperti biasa aku ngaca di jendela yang memantulkan bayanganku. Iseng-iseng ngecek jigong. Siapa tau tadi pada saat aku tebar senyum kesana sini ternyata giginya ada cabe atau ada sisa makanan yang nyelip diantara gigi. Bagooos…Meskipun gigiku rada kuning tapi tidak ada jigong yang terlihat.
Beres urusan gigi mataku kemudian melirik ke leher trus turun dikit lagi ke arah kaos berkerah bulat. Tali apa itu?...Siapa sih yang iseng narok tali kecil tanpa aku ketahui sedikitpun. Tunggu,….Tidaaaaakkkkkkk…..Itu tali beha yang melompati kaos dan berjuntai keluar dengan indahnya. Seperti tungkai peragawati yang sedang dalam sesi pemotretan disisi kolam renang. Hiaaaa…..inikah yang di senyum-i oleh orang-orang yang berpapasan denganku tadi. Tali beha yang copot dari cantelannya itu benar-benar meruntuhkan kepercayaan diriku….Tali beha…oh…tali beha……
(…..ck..ck..ck.. inge,…inge,…..makanya,…lain kali pake “mini set” ajah…kikikik..)

Not the end of the world (yet)

Rasanya tidak adil jika aku selalu bercerita tentang segala kemudahan yang telah aku dapatkan tanpa mencantumkan kesulitan yang juga aku alami. Jika cerita tentang hari-hari yang cerah dan penuh wangi bunga berubah menjadi mendung dan menakutkan maka inilah saatnya dimana aku kembali mengalami dinamika itu.
Berita tentang penutupan perusahaan tempat suamiku bekerja benar-benar mengejutkan. Memang aku sudah mengantisipasi terjadinya kemungkinan paling buruk ini tapi aku benar-benar tidak menyangka akan terjadi secepat ini. Prediksiku mungkin dalam 1 atau 2 tahun kedepan. Tetapi kenyataannya menjadi 1 atau 2 bulan kedepan. Ditengah kekagetan ini aku mencoba untuk tetap tegar. Aku berusaha untuk menenangkan gejolak dan berusahan untuk menampakkan wajah setenang mungkin karena aku tidak ingin suamiku menjadi gugup dan panik. Tapi sepandai-pandainya aku menyembunyikan perasaan tetap saja aku menjadi paranoid. Aku menjadi makin obsesif dengan anak-anak. Dan keadaan ini tidak boleh berlangsung lama. Aku harus segera mencari jalan keluarnya.
Setelah bersemedi dibawah pohon beringin selama 7 hari 7 malam aku mendapatkan wangsit juga akhirnya. Wangsit itu adalah ide untuk menyewakan rumah yang belakang. Ceritanya aku menghuni 2 rumah yang aku gabungkan menjadi 1. Karena rumah itu bergandengan dan saling membelakangi, aku menyambung dengan cara memberikan connecting door di tembok belakangnya. Jadi sekarang yang perlu aku lakukan adalah mencabut pintu itu untuk kemudian ditembok kembali menjadi dinding seperti semula. Hingga akhirnya rumah itu terpisah lagi menjadi 2 rumah yang berbeda. Dengan kondisi ini aku bisa menyewakan rumah belakang itu sehingga dapat menghasilkan income tambahan.Tidak lupa aku mengucapkan terimakasih kepada temen sepertapaanku : Ki Joki Bodo bin Jatuh Dari Kudo atas ide-ide segarnya. Sedikit cerita tentang temanku ini, kemaren dia mendapatkan wangsit untuk merubah haluan hidupnya. Dari seorang joki kuda menjadi joki three in one. Bahkan katanya dia malah mau ikut kursus di Primagama biar bisa jadi joki UMPTN sekalian. Goodluck deh Ki…
Sehubungan dengan income yang tertahan sampai waktu yang tidak dapat ditentukan maka semua pengeluaran mesti ditekan lagi. Jadwal nonton ke bioskop praktis mesti di coret dari daftar termasuk makan lamak alias makan enak di restoran. Say good bye to Din Tai Fung, Cristal Jade, Coca Suki, Gang Gang Sulai, dll. Tidak ada akhir pekan melihat pameran lukisan atau nonton teater apalagi nonton konser. Buang jauh-jauh. Sekarang yang ada kerja 7 hari dalam seminggu. Kerja, kerja dan kerja. Kerja keras pun mesti lebih keras lagi karena inflasi sedang hangat-hangatnya. Sehangat tai ayam yang selalu menjadi sumber inspirasiku. Rasanya ingin menjerit keras-keras. Jika kemaren aku dengan yakinnya berteriak “Dunia…! Aku datang…!” Kini aku hanya bisa berbisik dan berkata, “Tuhan…, Bantu aku.. .
Hidup kita benar-benar semarak dan penuh dengan liku-liku. Apa yang terjadi selajutnya benar-benar seperti sebuah film tanpa skenario. Penuh kejutan dan intrik. Tapi semakin kita bisa menikmati alur cerita yang terjadi, semakin indah juga jadinya hidup ini. Syukurlah karena ternyata nyaliku masih hidup dan masih siap diadu. No worry. Aku percaya bahwa semua sudah diatur oleh Nya. Mungkin saja hidupku akan menjadi semakin sulit tapi juga mungkin saja usaha yang aku rintis sebelumnya malah semakin maju. Mungkin bukan jadi jodoh kami untuk menjadi karyawan atau mungkin juga sudah menjadi takdir kami untuk menjadi wiraswastan (sengaja di ditambah n jadi wiraswastan maching dengan karyawan, kikikik…) Dunia memang selalu penuh dengan dualisme. Ada siang ada malam. Ada gelap ada terang. Ada sakit ada sehat. Laki-laki - perempuan. Tinggi - pendek. Miskin - kaya. Dst…dst….
Jadi ingat hal yang paling dicamkan oleh suamiku pada masa awal-awal pernikahan dulu, yakni kata-kata, “Kita siap kaya dan siap miskin” Artinya apapun nantinya yang akan kami hadapi bersama akan kami lewati bersama-sama pula. Aku menaruh seluruh kepercayaan kepadanya begitu juga sebaliknya. Dan partnership ini akan kami pertahankan sampai maut memisahkan….ooooh,…how sweet….

Airmata sahabat

Nggak ngomongin tentang kepergian Pak Harto meskipun aku salah seorang fansnya. Cuma mo ngomongin sahabatnya Dato M alias Mahatir.
Ternyata Mahatir benar-benar sahabat sejati. Melihat matanya yang sembab dan tidak dapat meneruskan kata-kata ketika media mewawancarainya, membuatku tertegun. Dialah sahabat sejati yang airmatanya tidak cukup untuk mewakili kesedihan hati. Pak Harto sungguh beruntung mempunyai sahabat seperti dia. Persahabatan antara dua negarawan hebat ini akan dibawa sampai mati.

My childhood memories

Terus terang setiap aku pulang kampung rasanya ada sesuatu yang hilang. Karena sekarang setiap pulang kampung aku ke Rumbai yang tidak punya ikatan apa-apa denganku. Sedangkan aku merasa kampungku yang sesungguhnya adalah Duri. Kota kecil kecamatan yang kini tergagap antara ingin menjadi besar tetapi jelas-jelas belum siap di segala bidang. Terakhir dari berita yang aku dengar di televisi rencana pemekaran Mandau dari kecamatan menjadi kabupaten ternyata ditolak. Membayangkan Duri dimasa silam adalah hal terindah sepanjang kenangan hidupku. Masa kanak-kanak yang kuhabiskan sepenuhnya disana, melekatkan memori yang teramat dalam di benakku.
Tahun 1978 setahun setelah kelahiran adikku, ayahku memutuskan untuk memboyong seluruh anggota keluarganya yaitu ibuku dan sepasang balita; aku dan adikku untuk pindah ke Duri. Karena belum mendapatkan jatah rumah dinas, yang saat itu amatlah sulit, ayahku memilih untuk mengontrak rumah di Jalan Obor. Kami tinggal dalam lingkungan yang sangat heterogen. Tetangga berasal dari berbagai macam suku dan latar belakang yang berbeda. Ada guru, ustadz, pedagang, tukang, buruh, dll. Kehidupan berjalan dengan keunikannya sendiri-sendiri.
Tunggu punya tunggu rumah dinas yang diharapkan tak kunjung datang. Akhirnya ayahku memutuskan untuk memiliki rumah sendiri dengan fasilitas cicilan lunak dari perusahaan tempatnya bekerja. Pilihannya jatuh pada sebuah tempat yang bernama Jalan Kebun Karet. Sesuai dengan namanya tempat ini sebelumnya adalah sebuah hutan karet yang dikelola menjadi perkebunan. Hingga akhirnya satu demi satu berdiri rumah disana. Bukan suatu kebetulan jika semua rumah yang ada merupakan rumah dengan system kepemilikan yang sama, yaitu cicilan dari perusahaan. Karena semua berasal dari latar belakang pekerjaan yang sama yaitu karyawan pt caltex, maka kehidupan kami disini menjadi sangat homogen. Tidak jauh berbeda dengan kehidupan dilingkungan rumah dinas yang lazim disebut dengan camp.
Jalan kebun karet no 4a menjadi tempat tinggalku selama bertahun-tahun. Rumah yang cukup besar bagiku dan dengan halamannya yang luas benar-benar bisa memenuhi segala kebutuhanku. Awal-awal kami tinggal disana ibuku mulai menanami halaman belakang dengan berbagai macam tanaman. Dari satu hingga dua jenis tanaman, lama-lama koleksi nya menjadi lengkap. Mulai dari rambutan, mangga, jambu air, jambu klutuk, sirsak, tebu, singkong, keladi, kelapa hingga cengkeh. Belum lagi tanaman untuk bumbu dapur seperti jahe, lengkuas, sereh, kunyit, kencur, cabe rawit, cabe merah dan tomat.
Tiap tanaman punya kenangan sendiri-sendiri bagiku. Yang pertama pohon singkong. Jejeran pohon yang rapi aku memungkinkan aku untuk membangun gubuk-gubuk-an disini. Nantinya didalam gubuk itu aku akan bermain masak-masakan. Kalau disana dikenal dengan istilah main “alek-alek”. Setelah bosan biasanya aku menyanyi sambil berputar-putar mengelilingi pohon singkong dengan lagu yang asal bunyi alias ngarang. Lengkap dengan tarian dan gerakan ciluk ba dari balik pohon. Siapapun yang mendengarnya pasti akan merinding. Merinding bukan karena saking merdunya tapi merinding karena kayak suara kuntilanak. Hiiiihihihihihi....( kalo ini ketawa kuntilanak)
Pohon rambutan adalah tempat favoritku untuk menikmati makan siang. Makan siang dalam arti yang sesungguhnya. Sering aku membawa piring lengkap dengan nasi dan lauk-pauknya keatas pohon lalu menghabiskannya disana. Maknyus nya tak terhingga, saudara-saudara. Apapun makanannya...pohon rambutanlah tempatnya. Biasanya kalo udah begini aku bisa makan sampe dua piring. Nggak pernah kebayang kaaaan,…makan diatas pohooon...( hanya satu kata, "alangkah monyetnya dikau inge....)
Kalau pohon jambu ceritanya lain lagi. Pohon ini menjadi tempat aku latihan memanjat. Pohonnya bercabang banyak. Jadi memanjatnya pun tidak sulit. Pernah suatu kali tanpa aku sadari aku memanjat terlalu tinggi hingga akhirnya aku ketakutan dan tidak berani turun. Salah seorang om-ku akhirnya terpaksa mengevakuasiku dengan cara menggendongku untuk turun dari pohon. Tapi aku nggak kapok. Besok-besoknya ya..manjat lagi.
Kalo pohon mangga baru bikin aku kapok. Saking napsunya mo ngambil buah mangga yang bergelantungan aku nekat manjat pohon mangga yang ada semutnya. Sekelompok semut rangrang, menyerangku tanpa ampun. Masuk kedalam baju dan kedalam rambut. Mana gigitannya kuat sekali dan seperti lengket dikulit. Ih,...ngebayanginnya aja serem.
Pohon jambu klutuk paling asyik. Karena pohonnya lentur dan tidak mudah patah, paling enak berayun-ayun di pohon ini. Permukaan batang dan dahannya juga halus dan tidak kasar. Apalagi jika kita kelupas lapisan kulit pohonnya yang telah mengering. Jadi muluus…banget. Semulus pahaku….dulu maksudnya... Dulu banget…,…kalo sekarang sih udah penuh strech mark dan selulit. Jadi belang-belang kayak zebra deh... Hahahahaha…
Kalo pohon kelapa aku nggak bisa manjatnya karena pohonnya lurus banget. Jadi susah. Dan lagi aku nggak tega mau ngerebut lahan saudara lamaku,…si monyet. Tapi kalo berdasarkan cerita-cerita diatas sih, sebenarnya aku ama monyet hampir nggak ada bedanya. Paling bedanya aku lebih cantik kali ya. Btw didalam tubuhku memang mengalir darah...eh...air liur monyet. Lho...?!..ntar..diceritain.
Pohon cengkeh rantingnya kecil-kecil dan pendek-pendek. Jadi tidak menarik untuk dipanjat. Ditahun kelima pohon cengkeh kami berbuah cukup banyak. Kegiatan memanen, lalu mengeringkannya dengan cara menjemur jadi kegiatan yang amat menyenangkan bagiku. Cengkeh yang telah mengering kemudian dibawa ibuku kepasar untuk dijual. Lumayan karena uangnya diberikan padaku yang dinilai telah cukup bersusah payah sebelumnya. Pelajaran yang dapat dipetik disini, ibuku mengajarkan bahwa jika kita mau bekerja kita akan mendapatkan uang.
(...inge,..maksud loh mo nulis cerita apa mo nulis tugas biologi, seh.... dari tadi cerita pohooon melulu,...)
Iya deh,..sekarang ganti cerita tentang hewan peliharaan. Puas....!Puas....!
Kami pernah memelihara kucing, kelinci, ayam bahkan monyet. Kucing?..Yah biasalah,..tinggal di dalam rumah dikasih makan, trus kadang-kadang dikasih susu yang tidak habis diminum. Kalau kelinci nasibnya sungguh tragis. Karena kandangnya langsung diatas tanah, tanpa dialasi papan mereka sering diam-diam menggali lubang dan keluar tanpa ketahuan. Lama-lama habislah mereka dimakan anjing. Mula-mula bapaknya, trus emaknya, trus anak-anaknya. Akhirnya tu kandang jadi kosong melompong. Hhhh….what a sad story.
Nah,...sekarang cerita tentang si monyet yang aku janjikan tadi. Suatu hari ayahku dihibahkan seseorang dua ekor monyet berikut kandangnya. Monyetnya sih biasa aja. Yang istimewa itu kandangnya. Aku sangat suka dengan kandang monyet itu. Kandang terbuat dari besi dan teralis berkwalitas sangat baik dengan ukuran 2m x 3m x 2m dan ketinggan 40cm dari atas tanah. Kandang itu sangat kokoh. Bahkan pintunya cukup lebar untuk keluar masuk bagi seukuran tubuh orang dewasa. Nah,..tugas untuk ngasih makan monyet merupakan bagianku. Setiap hari aku yang mengurus makan dan minumnya. Ngasih pisang, papaya, kadang roti tawar, sekali-sekali kacang (ini camilan..) Dan aku pun tidak sungkan-sungkan untuk masuk kedalam kandangnya. Setelah berbulan-bulan entah kenapa suatu hari saat aku sedang memberi mereka makan mereka mendadak menjadi buas. Mereka menjerit-jerit histeris dan mendadak menggigit kakiku. Oh,…kakiku…kakiku yang indah tapi pengkang. Hahahaha….
Dan terulang lagi kejadian aku dibawa ke Emergency Room. Unutk kesekian kalinya aku mendapatkan suntikan anti rabies. Pak Mantrinya sampai geleng-geleng kepala, “Inge…inge…kemaren digigit anjing, trus kemarennya lagi digigit kucing, trus kemaren lagi.....digigit anjing lagi,…sekarang malah digigit monyet….besok mau digigit apa lagi?”…Yah,…pak mantri, jangankan bapak wong saya juga heran. Jangan-jangan wajah saya yang imut dan kayak boneka ini sangat menggemaskan bagi mereka ya pak? ...Howeeek...yang pengen muntah silahkan muntah aja dulu. Ketika aku pulang dari rumah sakit yang kutemui hanyalah kandang yang kosong. Kata ibuku sepasang monyet itu diberikan pada seseorang untuk dijadikan monyet pemetik kelapa. Aku sangat sedih mendengarnya. Hik..hik..hik…Good bye my friends…
Diluar pelataran rumah, aku bersyukur memiliki lahan bermain yang tiada habisnya. Mulai dari padang rumput ilalang, semak-semak belukar, hutan kecil, mata air, kubangan hingga kolam ikan milik tetangga, adalah medan eksplorasi yang tiada habisnya. Menerobos lalang dengan sebatang tongkat ditangan, menebas kekiri dan kanan untuk membuka jalan, setiap langkah berbunyi srek, srek,srek wow…Jika beruntung kami menemukan sarang burung berikut telur-telurnya. Kali lain kami berpura-pura sedang memerankan tokoh Hangtuah, Hangjebat, dan Hanglekir. Menghayal jadi pendekar pendekar Melayu.( maklumlah,...tontonan kala itu hanyalah RTM 1 dan RTM 2. Jangan heran kalau kami sangat mengidolakan P.Ramlee, yang juga pernah memerankan Hangtuah dalam salah satu filmnya )
Semak-semak juga kaya dengan buah-buahan yang bisa di jadikan camilan. Beberapa tumbuhan merambat mempunyai buah yang enak, salah satunya yang sering kami konsumsi(kalo nggak salah) buah seletut. Ada juga sejenis pohon perdu yang memiliki buah berwarna ungu yang jika dimakan mulut jadi cemong-cemong hingga lidah dan bibir pun ikut berwarna ungu. Tau permen "jagoan neon"...? Yang bisa bikin lidah warna-warni..?Hm....kami udah duluan punya lidah berwarna. Menurut kasak-kusuk yang beredar diantara kami itu makanan ular. Heran ya,...sampe makanan ular pun diembat. Untung nggak papasan ama ularnya. Dengan riwayatku yang sering jadi korban gigitan binatang, aku tidak ingin hewan yang satu ini ikut-ikutan meninggalkan kenangan untukku.
Hutan karet juga tempat main yang tidak kalah menyenangkan. Sering kami membuat ayunan dari ban bekas disana. Malah kadang beberapa tali besar diikatkan diatas beberapa pohon untuk main tarzan-tarzanan. Jika bosan kami mengumpulkan buah karet yang masih muda untuk diukir menjadi sebentuk kepala seperti pumpkins di pesta Halloween. Kegiatan lain seperti mengoleksi biji karet yang telah kering ( kami menyebutnya buah para ) karena coraknya yang bermacam-macam.
Atau saling mengadu biji karet untuk mengetahui milik siapa yang paling keras. Caranya letakkan biji karet pertama diatas lantai, lalu pegang biji karet kedua dengan tangan kiri tepat diatas biji karet yang pertama tadi. Setelah sejajar, pukul sekuatnya dengan tangan kanan. Biji karet yang tidak pecah adalah pemenangnya. Masih nggak ngerti ?....Baca sekali lagi. Kalo masih belom ngerti juga baca bismilah dulu. Masih belom ngerti juga?....mendingan lewati saja paragraph ini ya…
Intinya, alam Duri menyediakan semuanya untuk aku dan teman-temanku. Aku merasa benar-benar menjadi salah seorang anak Sakai seperti yang sering aku khayalkan. Jika akhir-akhir ini di televisi ada tayangan si bolang (bocah petualang) yang kegiatannya nyaris sama dengan kegiatanku dulu, bedanya mereka pakai skenario. Seandainya saja dulu ada yang mendokumentasikan petualangan kami dan menjadikannya tontonan realty show aku yakin tayangan kami akan top rank. Btw....jangan jangan produser dan sutradara Si bolang, teman-teman aku bermain dulu, ya..…
Terima kasih untuk ayahku yang memutuskan untuk tinggal di luar camp dan terima kasih juga untuk ibuku yang memberikan kebebasan untuk mengekplorasi alam sekitar. Semua pengalaman itu benar-benar indah dan tak terlupakan. Seandainya ayahku segera mendapat jatah rumah dinas, mungkin semua cerita indah ini tidak akan pernah terjadi. Aku bersyukur dapat menikmati dua alam kehidupan yang berbeda. Bukan alam nyata dan alam gaib, lho..Tapi yang aku maksud adalah kehidupan diluar camp dan kehidupan didalam camp.
Aku mengenang saat-saat kala listrik padam dan kami semua duduk-duduk diatas tikar yang digelar dihalaman. Sambil mengobrol dan kipas-kipasan, biasanya kami jajan bakso yang lewat. Atau tidur-tiduran sambil berangan-angan kapan listrik bisa hidup 24 jam ( dulu listrik nyala setiap jam 5 sore dan akan padam pada jam 7 pagi )
Aku mengenang saat musim kemarau panjang hingga sumur-sumur kering dan kami mesti berhemat dengan cara apapun termasuk menampung air bekas wudhu untuk menyiram tanaman. Aku mengenang saat menantikan tibanya masa mandi hujan setelah kemarau panjang.
Aku mengenang saat aku jatuh cinta pada seorang anak lelaki tetangga sebelah yang berumur dua tahun diatasku, hingga aku betah berjam-jam duduk dijendela hanya untuk memandangi rumahnya, berharap dia keluar dan menyapaku. Padahal kala itu aku masih duduk di kelas 5 sd. Alangkah genitnya.
Aku mengenang saat bersepeda dan berpetualang. Mula mula rutenya memang dekat tapi makin lama makin jauh meninggalkan rumah. Sering kami menyusuri jalan Hangtuah disiang bolong, demi mencapai supermaket satu-satunya kala itu "Multi Delano" untuk membeli sekaleng minuman bersoda lalu pulang. Malah kadang kami bersepeda hingga ke jalan-jalan menuju lokasi pompa minyak.
Aku mengenang pertemananku dengan anak-anak kampung yang memberiku ilmu yang tidak ada dibuku-buku. Aku adalah kombinasi dari kehidupan yang mapan dan tidak mapan. Dan aku sungguh mencintai kombinasi ini.
……”Hingga kini ketika aku dewasa masa kanak-kanak yang indah dan bau hutan yang kurindukan ini sering kuceritakan kepada anak-anakku sebagai dongeng pengantar tidur…..”

My 'lil bit extreme activity

Sabtu minggu kedua di bulan desember ini aku berhasil mengalahkan rasa bimbang dan ragu. Rasa bimbang dan ragu itu berkaitan dengan pinangan suamiku untuk menjadikanku sebagai navigator-nya dalam kegiatan offroad.
Keahlianku sebagai navigator di kehidupan sehari-hari memang tidak dapat diragukan lagi (ehem…ehem..) tapi sebagai navigator di medan offroad, dalam arti yang sesungguhnya ( halah…),duduk disamping pengemudi,….hm….terus terang aku sendiri merasa ragu. Karena seorang navigator dituntut untuk bisa membaca medan, memberikan saran, bahkan bantuan secara fisik jika diperlukan.
Setelah menguatkan hati, memastikan berkali-kali bahwa ini one day trip, bahwa rute aman dan meminta anak-anak agar mendoakanku selamat pulang dan pergi, akhirnya aku berangkat juga. Tidak mudah untuk mengalahkan rasa cemas di usia 34 tahun ini. Entahlah…sejak menikah apalagi setelah memiliki anak nyaliku mudah ciut. Aku jadi takut naik jet coaster, takut ketinggian, takut mobil kencang, takut ini, takut itu, pokoknya aku berubah 180 derajat. Padahal dulu waktu masih muda (caile…muda nih ye…) aku menganggap diriku cukup pemberani.
Perjalanan berawal dengan janji untuk berkumpul di Cibubur. Tapi karena keterlambatan aku dan suamiku yang teramat fatal (+/- 2 jam) akhirnya kami ditinggal dan diminta segera menyusul ke Cibinong. Setelah sempat nyasar 2x akhirnya kami bertemu juga dengan rombongan yang terdiri atas 5 mobil. Asyik…kalo rombongan sedikit berarti perjalanan bisa cepat selesai. (Lho…belum mulai kok udah mikirin selesai…)
Melewati perkampungan kecil, kami layaknya pendekar yang pulang dari perang. Dielu-elukan oleh anak-anak kecil sepanjang perjalanan. Mereka bersorak-sorak bahkan memberikan tepuk tangan tangan pada setiap mobil yang melintas. Sesekali aku melambaikan tangan pada anak anak kecil yang memandangku dengan malu-malu. Ada rasa haru menyelimutiku. Perasaan yang sama ketika aku menyandang gelar “Putri Rangau”. Huahahaha……
Meninggalkan perkampungan kami mulai melewati jembatan-jembatan darurat dari pohon kelapa. Bahkan terakhir tidak ada jembatan lagi sehingga kami harus melintasi sungai kecil dengan kedalaman setengah meter dan lebar 5 meter. Harus hati-hati karena banyak batu-batu besarnya. Aku hanya bisa menahan nafas dan berpegangan erat-erat. Sesampainya di seberang,…what?!...Disana telah berkumpul sekitar 10 mobil yang sedang mengantri untuk melewati sebuah tanjakan curam. Berarti impianku untuk cepat selesai buyar sudah.
Tapi…tunggu dulu,…ternyata kami tidak perlu menunggu terlalu lama untuk mendapat giliran. Sebuah tanjakan yang cukup curam dengan kemiringan sekitar 80 derajat membuatku sedikit gemetar. Apalagi beberapa mobil yang kulihat sebelumnya berkali-kali naik tapi juga berkali-kali merosot turun karena saking licinnya. O..o...mendingan aku turun dan memilih untuk berjalan kaki saja daripada jantungku menciut jadi sebesar bola golf. Sementara aku berjalan mendaki dan ngos-ngosan dibawah tetesan hujan, bojoku dapat dengan mulus melewat tanjakan itu. Tidak ada adegan naik dan turun berulang-ulang seperti mobil sebelumnya. Ah,…seandainya saja aku tau…
Melintasi medan yang sangat rusak dan licin, kami sempat membantu sebuah mobil yang melintir dan nyaris “ngguling”. Memang menghabiskan cukup banyak waktu, tapi ternyata disinilah letak seninya. Memandang, lalu memikirkan dan kemudian mencoba berbagai macam “movement” dan “moment” membuat kita jadi ketagihan. Aku mulai bisa merasakan “beat-beat” nya. Aha…
Jam 1 siang kami sampai di sebuah lapangan terbuka. Apa mau dikata,..disini telah berkumpul rombongan CJ 7 yang tampaknya mulai lebih pagi. Jumlahnya sekitar 10 mobil dan tampaknya mereka baru saja menyelesaikan makan siangnya dan sedang bersiap –siap untuk meneruskan perjalanan. Kami yang baru sampai memutuskan untuk makan siang disini sambil menunggu beberapa mobil yang masih mengantri dan tertinggal dibelakang.
Setelah memarkirkan mobil, aku mulai membuka bekal : nasi dengan lauk sambal tanak ( iya..iya..yang teri ama pete itu…) plus nori , tetapi aku merasa mobil pelan-pelan berjalan mundur. Aku mulai menjerit-jerit memanggil suamiku. Tapi dia sedang asyik ngobrol dengan teman-temannya. Makin lama makin cepat, aku pun reflek bergerak melompat keluar. Akhirnya mobil berhenti setelah masuk kedalam sebuah got kecil. Dan tumpahlah semua bekal makan siangku termasuk si pete dan teri itu tadi. Yang tertinggal hanya beberapa genggam nasi. Sambil makan nasi hanya dengan nori, suamiku berkata, “romantis kan, mi..” Aku cuma melotot dan …arrrgh… ingin rasanya kulumuri wajahnya dengan tumpahan makanan tadi.
Lepas dari insiden kecil tadi, setelah menunggu sekitar 2 jam, perjalanan dilanjutkan. Tapi diputuskan untuk tidak menuntaskan seluruh medan karena beberapa mobil mengalami kerusakan yang cukup parah. Baru jalan sekitar 10 menit kita terpaksa terhenti karena rombongan CJ yang sudah berangkat 2 jam lalu ternyata masih disekitar situ-situ aja. Ada sekitar 4 mobil yang malang melintang nggak karuan. Lagaknya mereka agak “beda”. Cowok-cowoknya rada sengak gitu. Saking sengaknya aku sampe kebelet pipis. Dan akhirnya pipislah aku di semak-semak, hanya gara-gara ngeliat orang sengak. Ups… Cewek-ceweknya juga banyak. Konon katanya salah seorang dari mereka adalah model FHM . Pantes…seksi euy…Tapi,..please deh ah,…Ditengah hutan gini masih aja TP alias tebar pesona.
Dari pada lama-lama nunggu, kami putuskan untuk meninggalkan mereka. Jalannya bener-bener ancur. Batu-batunya besar-besar. Mulai dari yang sebesar batu ulekan, sebesar mesin tik, sebesar computer, sampe yang sebesar boks bayi. Hehehe…yang terakhir itu bo’ongan, lagee…..Nggak ada ding batunya yang sebesar boks bayi. Disamping batunya gede-gede jalannya licin sekali. Berkali-kali mobilku melintir dan ngepot kesana kemari. Aku benar-benar panik. Mulutku komat-kamit mencoba membaca alfatihah dan ayat kursi. Tapi ternyata ya, kalo jantung mau copot, mata mau keluar, bibir biru, dan keringat keluar segede-gede jagung, otak suka nggak sinkron ama mulut. Yang ada aku cuma bisa bilang “Alham…Alham….Alhamdulillah….berkali-kali. Nggak satupun surat yang aku hapal diluar kepala bisa aku baca dengan lancar. Ampuuun…
Makin lama aku makin relaks dan bisa enjoy. Karena berada dibarisan paling depan, selayaknya memberikan instruksi lewat radio. Aku pun mulai berceloteh, “Awas…didepan ada tikungan tajam,….” dll.
Diantaranya, “ Awas…ada turunan yang sangat curam…” kataku mencoba memberikan rambu-rambu…Dijawab, “Yah…mbak….segini mah nggak curam…!”“Awas…jalanan jelek sekali karena batunya besar-besar…”Dijawab, “Yah…mbak …batu segini kok dibilang besar…?”“Awas…jangan diliat…ada cewek-cewek lagi pada mandi di kali…”“MANAAA….?!”......”MANAAA…?!
Huh,…dasar….!

Liburan anak-anak yang bikin bokek

Akir taon ini semua rencana untuk pergi berlibur mendadak dicoret dari list. Apa mau di kata, ekspansi Ipa Abong ternyata membutuhkan dana yang tidak sedikit sehingga budget untuk liburan pun ikut terserap. Huhuhu….sedih hatiku….
Sehubungan dengan liburan kali ini, yang “cukup” di Jakarta saja, maka anak-anak boleh minta dianter kemana saja. Sekali lagi, boleh minta anter kemana saja.…Kedengarannya cukup adil bagi mereka dan cukup mudah untuk direalisasikan bagi kita orang tua. Suasana lalu lintas Jakarta yang lumayan sepi sepanjang liburan pasti akan sangat memudahkan kami dalam merealisasikan janji untuk mengantarkan kemana saja. Tapi,… tunggu dulu,…..kata siapa semuanya begitu mudah dan begitu indah….
Request yang pertama : KIDZANIA.
Ketika Kidzania masih soft opening, sebenarnya aku sudah berencana untuk membawa anak-anak kesana. Karena aku tahu keramaian yang akan dialami jika memilih datang setelah grand opening, apalagi jika masa liburan telah tiba, yang berarti peak seasons. Apa daya kesibukanku yang luar biasa sehubungan dengan kelahiran anak ke-4 : Ipa Abong Tehnik, semua rencana mulia itu pun buyar. Well,…disaat anak-anak meminta kesana pada saat liburan ini, aku tidak bisa menolaknya. Dan bermula-lah perjuangan untuk dapat masuk ke tempat bermain yang paling digilai oleh anak-anak saat ini, KIDZANIA…!
Rabu tanggal 18 desember dipilih sebagai hari H. Untuk mengantisipasi antrian yang panjang dan desas desus bahwa banyak yang kecewa karena tidak kebagian tiket, maka anak-anak mesti rela untuk bangun pagi-pagi sekali, dan berangkat meninggalkan rumah pada pukul 6 pagi. Perkiraan bahwa lalu lintas tidak akan macet karena ini sudah masuk masa liburan, ternyata salah besar. Jakarta tetep aja macet, bos... Setelah berhasil memaksa sopir ( diperankan oleh suamiku Agung ) ngebut dan zig-zag ditengah kemacetan kita sampai juga di Pacific Place jam 8 pagi. Secepatnya lagi berusaha mencapai lantai 6 tempat Kidzania berada. Kali ini kita memaksa sopir tadi ( masih diperankan oleh suamiku Agung ) untuk berubah menjadi spiderman agar bisa menggendong kami layaknya aksi Spiderman di pilim-pilim (di film-film maksudnya..) tapi ternyata gagal. Terpaksa deh naek escalator (catatan; lift semua pwen-nwuh alias penuh banget )
Tapi betapa kecewanya kami ketika sampai disana disambut dengan tulisan “TIKET UNTUK HARI INI SELURUHNYA TELAH HABIS TERJUAL” Untuk pertama kalinya dalam hidupku aku membaca tulisan yang sangat menggores perasaan. Tidak hanya menggores, bahkan mengiris, memotong, merajang dan mencincang perasaan. Maaaf kalo ada yang bingung dan tidak bisa bisa membedakan ini iklan pisau dapur atau sekedar melukiskan suatu perasaan. Sekali lagi maaf ya…
Ini sinting..Padahal 1500 tiket untuk session pertama jam 9 pagi dan 1500 tiket untuk session kedua jam 3 sore yang berarti total 3000 tiket telah habis terjual? Hah!?..Itu sudah dibeli kemarin!?…Trus….hari ini?...Beli untuk lusa!? (..yang pasti mukaku udah kayak monyet banget deh, karena cuma bisa bilang : apa!?...hah!?...lho!?...trus!?..sambil garuk-garuk kepala lagi…Hhhh…..inge…inge..)
Mendung mulai menggayut di wajah kedua anakku. Aku langsung bereaksi. Kali ini bukan bereaksi seperti monyet lagi. Tapi bereaksi seperti Redoxon dicemplungin kedalem aer…psssssssss….sssss…sssss..(kok malah kayak suara pipis yak?...) “Ok girls…don’t worry,…mommy will take care of everything…! Maka aku berjalan layaknya pahlawan kesiangan, menuju ke barisan antrian, untuk tiket 2 hari kedepan. Setelah melalui perjuangan yang panjang, dalam antrian yang amat panjang, dan waktu yang teramat panjang,…aku berhasil mengantongi tiket masuk yang didambakan. KIDZANIA…lusa kami datang…
Hari H bergeser menjadi tanggal 21 Desember. Waktu yang teramat lama karena setiap saat aku harus menjawab pertanyaan seputar Kidzania yang seolah tiada akhirnya. Dasar anak-anak…mereka sudah sangat tidak sabar… Pada pagi hari tanggal 21 Desember, drama sepanjang perjalanan tanggal 19 Desember kembali terulang. Tapi kali ini ditambah dengan kebodohan kecil. Batre kamera abis di-charge lupa dimasukin lagi. Halah…Nggak ada dokumentasi dong perjalanan yang banyak membutuhkan perjuangan ini. Akhirnya cuma bisa ngarepin di poto ama kamera temen. Idih…ngarep…
Sesampainya didalam anak-anak sangat menikmati “role play” yang mereka pilih. Tapi suasana sangat ramai sehingga mereka harus berkali-kali mengantri di barisan panjang. Bahkan di beberapa permainan favorit seperti; rumah sakit, pemadam kebakaran, dan pom bensin, antrian “gilak!! sangaaat panjaang”. Permainannya sih sederhana saja. Pertama-tama setiap anak yang masuk mendapatkan paspor yang bisa di tukarkan dengan uang senilai 50 Kidzos (mata uang yang berlaku di Kidzania). Uang pasti akan berkurang jika dibelanjakan tapi juga dapat bertambah jika mau bekerja dan mendapatkan gaji sebagai imbalannya. Si sulungku sangat hemat dan rajin bekerja, hingga dia bisa mengumpulkan uang senilai 90 Kidzos. Tapi si bungsuku sangat royal. Meskipun dia juga bekerja tapi semua uangnya habis digunakan hingga akhirnya hanya tersisa 2 Kidzos saja. (..Kok kamu kayak mami sih, de?...) Cerita tentang KIDZANIA sampe sini aja ya,..bosen…
Request yang kedua : OCEAN PARK
Sebenarnya tempat ini sudah dibuka semenjak setahun yang lalu. Tapi….lagi lagi karena kesibukanku yang tiada duanya…aku masih belum sempat mengantar mereka kesana. Dan kali ini aku tidak bisa berkelit lagi. Musim hujan membuat langit di bulan Desember tidak pernah cerah. Terpaksa aku mengantar anak-anak kesana di tengah hujan gerimis yang terkadang berubah menjadi lebat,..trus gerimis lagi trus lebat lagi…trus gerimis lagi trus lebat lagi…gitu terus deh pokoknya…
Kalo hujan masih bisa ditolerir deh…tapi harga tiket masuknya yang mendadak mahal meskipun di hari biasa, bukan akhir pekan. Kata mereka sih,..karena ini situasinya liburan. Jadi sampe minggu kedua Januari masih tetep mahal. Huuu….. Anak-anak sih hepi karena menikmati semua wahana. Mak-nya ini yang nggak hepi karena bengong duduk sendirian selama 4 jam. Empat jam geto loh…Mana makanannya nggak ada yang enak lagi. Burger nggak enak blas. Hot dog apalagi. Kentang goreng kerasnya setengah mati. Saking kerasnya aku bawa pulang untuk dijadiin sovenir. Kali-kali aja bisa bikin paku gantungan handuk.
Mohon agar temen-temen yang mao ke Ocean Park untuk tidak membeli makanan yang aku sebutin diatas. Nggak dijamin kenyangnya tapi dijamin sakit atinya. “Boikot….!”
Request yang ketiga : TAMAN SAFARI
Kalo boleh ngomong jujur, sebenernya udah bosen banget kesini. Foto ama macannya aja mulai dari macannya bayi dan masih ngedot, trus foto lagi macannya dah remaja dan bulu keteknya dah numbuh, trus foto lagi macannya dah tua dan mulai ubanan,..Masak mo foto lagi ama macannya yang udah turun berok dan ompong geong siy…
Tapi karena kali ini si dedek bilang dia udah lupa ama taman safari karena waktu kesana masih didalam perut, kesana lagi masih bayi dan kesana lagi masih pre-school, akhirnya permintaan ini dikabulkan dengan syarat kalo jalanan macet, terutama jalanan di puncak yang macet, perjalanan dapat dibatalkan alias puter balik pulang ke rumah. Dia setuju.
Minggu pagi berangkat dan……………………………………………………..maceet…. Begitu keluar tol kemacetan langsung menghadang. Dan si dedek bener-bener sportif. Dia dapat menerima perjalanan yang dibatalkan ini. Sebagai pelipur lara mendingan kita makan pia apple pie dulu di Bogor, ya, dek…
Request yang keempat : nonton BEE MOVIE
Eh,….mami dah mao bokek neh…Nonton Bee Movie-nya di VCD aja ya? Ntar mami beliin pilimnya. SEKARANG MAMI MO IKUTAN OFFROAD DULU. MO REFRESHING DULU. DAAG……..

Cuma kambing

Ada yang tidak biasa pada Hari Raya Qurban kali ini. Ketidak biasaan itu adalah tidak adanya sapi dalam daftar pemotongan hewan kurban. Yang di Qurban kan hanyalah kambing. Hal ini bukan karena tidak kebagian sapi atau karena takut sapi gelonggong. Tapi karena tidak terkumpulnya dana yang memadai untuk membeli sapi. Aha,…something unusual happening here! Bertahun-tahun tidak pernah ada kejadian seperti ini.
Kaum muslim di perumahan tempat ku tinggal, umumnya bergabung dalam komunitas yang bernama PMGS ( Perkumpulan Muslim Gading Serpong ). Perkumpulan ini merupakan satu-satunya wadah yang menaungi para muslim yang tinggal di Gading Serpong yang kebetulan jumlahnya tidak terlalu banyak. Kegiatannya berupa pengajian setiap satu bulan sekali dan diadakan secara bergiliran dari rumah ke rumah. Dengan ini diharapkan persaudaraan diantara kaum muslim semakin erat.
Ketika jumlah anggotanya semakin banyak, maka ibu-ibunya sepakat mendirikan Persatuan Ibu-ibu Muslim Gading Serpong ( PIMGS ) yang kegiatannya berupa arisan dan tahun-tahun terakhir mengadakan pengajian pagi setiap hari selasa. Dulu aku juga termasuk anggota arisan. Tapi sejak tiga tahun terakhir ketika kegiatanku semakin padat aku sudah tidak aktif lagi. Sehingga aku tidak tahu perkembangan terakhir seperti apa.
Tapi kalau aku boleh jujur sebenarnya alasan tidak punya waktu bukanlah yang utama. Arisan selalu diadakan dihari sabtu atau minggu yang memungkinkan aku untuk hadir. Tapi aku terlanjur tidak menyukai atmosfer di arisan itu. Karena aku merasakan gap-gap yang tidak pantas ada untuk suatu perkumpulan yang mengatasnamakan “ukuwah islamiyah”. Dimana ibu-ibu yang merasa dirinya lebih dibandingkan dengan yang lain meng-eklusif-kan dirinya. Mereka selalu bersuara paling vocal, mendominasi disetiap situasi, dan merasa paling hebat disemua bidang. Untuk ini aku masih dapat menerima.
Tapi ketika mereka mulai memilih-milih, seperti hadir ke acara arisan yang rumahnya besar atau terlihat kaya, dan tidak hadir ke rumah yang lebih kecil dan sempit, aku mulai berontak. Aku tidak bisa berada diantara orang-orang picik ini. Aku masih ingat sorot mata tuan rumah yang kecewa, yang telah mempersiapkan segalanya tapi ternyata tidak ada artinya. Dan sejak itu aku jadi malas datang ke arisan karena aku merasa berada diantara para hipokrit.
Dan tahun lalu merupakan klimaks dari perseteruanku dengan mereka. Jika sebelumnya aku memilih diam karena tidak kecocokan tapi kali ini aku memperlihatkan ketidak sukaan ku terhadap tindak-tanduk mereka. Kejadiannya berawal dari keinginan PIMGS untuk mengadakan bakti sosial berupa pengobatan gratis dan penjualan sembako murah dengan mempergunakan kupon. Dan setiap anggota diminta kesediaannya untuk menyumbang. Sumbangan berupa uang senilai paket sembako rp 50 ribu, yang nantinya akan di jual 1/2 harga pada kaum duafa, yaitu seharga rp 25 ribu. Kita boleh menyumbang sesuai kelipatan harga sembako.
Pada awalnya mereka menjanjikan setiap petugas keamanan akan mendapatkan jatah kupon. Tetapi ketika h-2 mereka membatalkannya karena keterbatasan dana. Sebagian dana mesti alokasikan untuk penyediaan konsumsi bagi cagub yang berkenan hadir pada acara pembukaan. Kala itu Hajjah Atut masih menjadi pejabat Gubernur Banten. ( tapi saat ini dia sudah menjadi Gubernur Banten ) sedang mencalonkan diri dan sedang gencar-gencarnya berkampanye. Mendengar itu aku sangat kecewa. Malam itu juga aku datang dan ingin klarifikasi langsung dengan para pengurusnya. Beberapa percakapan yang masih lekat dalam ingatanku ;
Inge : “ Saya benar-benar tidak bisa menerima hal ini. Jatah orang miskin dipotong hanya karena ingin menjamu seorang calon gubernur.
Pengurus A : “Bukan menjamu Bu Agung. Tapi beliau berkenan untuk hadir. Bu Atut jadwalnya sangat padat lho. Ini merupakan suatu keberuntungan beliau sudi mampir ke tempat kita dan meresmikan acara Baksos ini.
Inge : “ Tapi ini kan saatnya kampanye Bu, Saya tidak mau agama dijadikan kendaraan politik. Kalo kita mo nyumbang ya nyumbang, baksos ya baksos, tapi mohon tidak ada unsur politis disini. Kalo dia mau kampanye silahkan ketempat lain. Dan tulis jelas-jelas di spanduknya tulisan “KAMPANYE”. Jangan nebeng ama acara Baksos kita.
Pengurus B : “ Saya berani jamin dia tidak berkampanye kok bu Agung. Paling lama dia cuma 30 menit disana. Setelah acara beliau lansung pergi kok. Itu juga ntar kata asistennya kita di kasih kenang-kenangan berupa selendang”
Inge : “Duh,…( keseeel…banget ) Bu ,…kalo ngasih selendang itu juga termasuk sudah berpolitik praktis. ( Betapa butanya perempuan kita dengan politik aku benar-benar merasa gemas! )
Pengurus A : “Gini aja deh bu Agung. Kita sih semua sudah sepakat dengan ini. Terserah bu Agung aja. Kalo emang mau petugas keamanan blok ibu dapat jatah, ibu bayar saja sendiri…!”
Pengurus B :”Iya bu Agung, pokoknya ketentuannya seperti itu. Tidak ada jatah untuk petugas keamanan. Semua toh tidak ada yang protes.
Inge :” Ok, sekarang saya akan menambah bayar sesuai dengan jumlah petugas keamanan di blok saya tapi saya ingin agar barangnya dapat saya bawa malam ini juga.”
Pengurus A :” Tidak bisa bu Agung. Barang tidak bisa keluar sedikit-sedikit. Saya akan bawakan ibu kuponnya dan silahkan besok ditukarkan di tempat acara.”
Dengan penuh perasaan dongkol aku meninggalkan mereka dan malam itu menjadi malam terakhir persinggunganku dengan mereka, para pengurus persatuan muslim. Aku juga menyadari bahwa sejak malam itu aku telah di “black list” oleh mereka. Itu terbukti dengan tidak pernah lagi ada undangan arisan yang diantarkan kerumah. Dan setiap aku bertemu ibu-ibu di pasar atau di jalan, mereka pura-pura tidak melihat. Aku sendiri tidak tahu persis berita seperti apa yang telah beredar diantara mereka. Dan aku tidak terlalu memperdulikannya. Yang jelas aku merasa telah menyuarakan pendapatku. That's all.
Kembali ke Qurban yang sedikit itu tadi, ternyata aku menjadi paham akan penyebabnya. Ini semua terungkap ketika aku bertemu dengan pengurus Qurban yang membacakan akad untukku. Dia bercerita bahwa ini semua tidak terlepas dari perpecahaan antar anggota PMGS sendiri.
Blok 1b memisahkan diri dengan mengadakan pengajian sendiri. Tidak ingin bergabung dengan kaum muslim dari blok yang lain. Termasuk juga dalam hal Qurban. Mereka dimotori oleh Pak A, yang merupakan kader PKS ( Partai Keadilan Sejahtera ). Pak A ingin semua anggotanya adalah simpatisan PKS. Sedangkan dipihak lain, blok 1a, dimotori oleh Pak S yang merupakan kader PKB ( Partai Keadilan Bangsa ) yang juga ingin semua anggota agar menjadi simpatisan PKB. Jadi sekarang mereka berseberangan dan makin lama perbedaan itu makin meruncing hingga berbuntut perpecahan didalam tubuh PMGS. Ambisi politis tenyata menghancurkan paguyuban yang telah berdiri 10 tahun. Betapa ironisnya.
Alhasil,…acara sebesar hari raya qurban pun menjadi korban. Tidak ada yang mengurusi karena semua terlalu sibuk mengurusi dirinya dan partainya masing-masing.
Ini semua karena POLITIK. Jadi saudara-saudaraku, pelajaran moralnya adalah : Jangan pernah mencampurkan agama dengan politik!.
Jangan pernah sekalipun....

Kerukunan

Gereja Kristen Jawa atau GKJ Joyodiningratan dan Masjid Al Hikmah di kota Solo, Jawa Tengah, sejak 60 tahun lalu berdiri berdampingan. Umat dari dua tempat ibadah itu hidup saling berdampingan. Bahkan, gereja dan masjid ini menggunakan alamat yang sama, yakni Jalan Gatot Subroto 222, Kampung Joyodiningratan, Kratonan, Serengan, Solo. ( Kompas, Selasa, 18 Desember 2007 )
Seminggu yang lalu aku sibuk mencari white dress dan topi santa untuk perayaan natal di sekolah anakku. Salah seorang teman dekat suamiku bahkan terheran-heran dan berkali-kali meyakinkan dirinya, “Kamu muslim, kan? Kok boleh sih anakmu ikutan Christmas Celebration?”…Bahkan Farah, seorang teman dekat adikku juga bertanya dengan penuh keheranan,” Masa sih ikutan Cristmas Celebration juga?” Dan yang paling repot adalah saat menjawab pertanyaan serupa yang terlontar dari kedua orang tuaku yang kebetulan sedang datang untuk mengunjungi cucunya. Wah,…
Untuk pertanyaan yang pertama yang datang dari mulut teman dekat suamiku, kami mencoba untuk memberikan jawaban yang sebenarnya. Bahwa pada saat bulan puasa, disaat buka puasa bersama, semua murid terlibat dalam acara. Murid-murid yang non Muslim juga ikut menyanyi nasyid dan berdoa (dengan cara masing-masing). Bahkan orang tua mereka ikut menyumbang baik dalam bentuk uang maupun barang. Semua sumbangan itu kemudian diserahkan ke panti asuhan Islam.
Jika tiba saatnya Natal, hal yang sebaliknya juga dilakukan oleh murid-murid yang non Christian. Mereka ikut bernyanyi dan juga berdoa (juga dengan cara masing-masing tentunya). Semua ikut mengisi acara. Islam, Kristen, Katolik, Budha, Hindu. Semua. Perbedaan itu tidak menjadi halangan untuk kegembiraan masa anak-anak. Kami, orang tua yang hadir juga ikut merasakan indahnya persaudaraan itu. Adalah saat yang tepat untuk membangun harmoni dan saling menghargai sejak masa anak-anak.
Pertanyaan dari Farah, sahabat adikku, lebih mudah lagi untuk menjawabnya. Mengapa? Karena orang tuanya selalu ikut berkurban di hari raya Idul Adha. Mereka Katolik taat. Tapi sejak dulu, bahkan sejak Farah belum lahir, mereka tidak pernah absent untuk menyumbangkan seekor sapi untuk masjid dilingkungan tempat tinggalnya. Bayangkan, jika kita berkurban untuk seekor sapi saja harus patungan 6 atau 7 orang, dia menyumbang seekor sapi sendirian, tanpa tendensi apa-apa. Jauh dilubuk hatiku, terus terang aku juga merasa agak malu. Jadi,..
Untuk menjawab pertanyaan dari orang tuaku, aku katakan bahwa sudah aku bekali mereka dengan dasar agama Islam, belajar melakukan shalat 5 waktu, mendatangkan guru mengaji ke rumah dan aku ingin dunia yang lebih aman dan damai nantinya.Jika dari sekarang mereka menyadari adanya perbedaan dan bisa menghargai perbedaan itu, maka nanti, 20 tahun yang akan datang, mudah-mudahan tidak akan ada lagi kebencian yang bisa menyulut peperangan. Semuanya bisa hidup dengan rukun dan damai.
Benayu : Rukun itu apa sih, mam?
Kengie : Lagu yang dinyanyiin Alam penyanyi dangdut itu ya mam ?
Mami : Itu dukun…
Kengie : Buah yang kayak nangka, tapi bulet dan enak kalo di goreng?
Mami : Itu sukun...
Kengie : Oh, ya…aku tau, kalo udah tua, terus suka lupa?...
Mami : Itu pikun…
Benayu : Mam,….kapan salju turun di rumah kita?
Kengie & Mami : “@?!!*....

Semoga

Hari ini sabtu, 15 desember 2007 dengan mengucapkan bismilahirahmanirrahim, Ipa Abong Tehnik resmi menempati bengkel sendiri setelah sebelumnya menumpang di garasi sebelah Ipa Abong Percetakan.
Tidak ada karangan bunga ucapan selamat, tidak ada pengguntingan pita, tidak ada polisi yang berjaga-jaga dan satu lagi..tidak ada orgen tunggal. Yang ada cuma Wak Haji yang mbacain doa agar semuanya berjalan lancar. Lalu ditutup dengan makan siang sederhana.
Memang semua diselengarakan dengan sederhana. Bahkan sangat sederhana. Tapi aku yakin ini bukan proyek sederhana. Saatnya untuk merintis lagi. Dan aku sudah siap untuk berjuang lagi.
"Dunia.., aku datang....!!!

O'...la...la...

Jum'at kemaren hari yang sangat padat. Mampir ke ruko trus bayar semua tagihan karena sudah masuk awal bulan. Sederetan jadwal sudah aku susun dari pagi hari. Ke graha telkom, ke pln, ke pam, menjemput anak-anak, terakhir ke salon untuk merapikan rambut mereka yang sudah kelihatan seperti sarang burung kepondang. Maklum turunan keluarga rambut kusut.
Siang itu hujan turun cukup deras. Untuk menghemat waktu aku memilih untuk makan siang di daerah Bintaro.Akhirnya Cafe O la la menjadi pilihan karena letaknya yang strategis. Ketika aku membuka pintu aku mendengar suara yang sangat berisik seperti suara ribuan tawon. Tapi ternyata suara itu berasal dari sekelompok ibu-ibu yang sedang arisan. Beberapa diantaranya sedang merokok sehingga membuat udara dalam ruangan menjadi sesak.
Setelah memesan sebuah croisant tuna, sepotong apel pie dan segelas caffe latte aku memutuskan untuk duduk diluar karena tidak tahan untuk berada satu ruangan dengan mereka. Beruntung saat itu hujan masih turun dengan derasnya hingga cuaca di luar cukup dingin meskipun tidak ber ac.
Aku akan makan dengan cepat karena ingin melanjutkan bacaan Edensor-Andrea Hirata. Maka kurang dari setengah jam semua makanan sudah ludes, masuk ke dalam perutku. Aku pun larut dalam bacaanku.
Tapi sesekali aku mengangkat kepala karena terganggu oleh suara jeritan-jeritan dari dalam. Ajaib bagaimana suara mereka dapat menembus kaca yang tebal dan bisa mengalahkan suara hujan. Aku pun akhirnya tertarik untuk sesekali mengamati tingkah laku para ibu-ibu itu.
Mungkin sesama orang tua murid disebuah sekolah, aku mulai menebak-nebak. Usia mereka mungkin sepantaran denganku. Diatas 30 tahun. Beberapa malah kulihat mendekati usia 40 tahun. Rata-rata memakai busana dengan model yang up to date. Termasuk tas dan sepatu berikut aksesorinya. Sayang aku tidak hapal dan tidak tau mode higga susah bagiku untuk menyebutkan nama barang-barang itu satu persatu.
Dan pelan-pelan aku memperhatikan pakaianku sendiri. Jeans yang sudah mulai belel, polo shirt dan sepasang sepatu kets. Dan pelan-pelan aku melirik tas piere cardin coklat yang mulai butut yang tergeletak disampingku. Tas yang selalu setia menemaniku dan menjadi favorit karena daya tampungnya yang banyak. Mulai dari dompet, hp, buku-buku bank, pembalut, panti liner, buku bacaan, sisir (kadang2, seringnya lupa) tisu, mitu, sendok plastik(buat jaga2 kalo beli nasi bungkus), pencil case (berisi alat tulis lengkap berikut gunting kecil dan cutter), kit-kat(kalo laper banget tapi masih in the middle of nowhere), tapi tidak ada beauty case karena percuma, nggak pernah di pake.
Jadi,...apa korelasinya? Am I jealous? ...No my dear, absolutly no. Sejak lama aku begitu bangga dengan apa adanya aku. Dan hari ini juga tidak akan merubah apapun. I am what I am. Sepanjang pakaian yang kukenakan nyaman, sepanjang tas yang kubawa memuat semua yang ku perlukan, sepanjang aku bisa makan dimanapun aku suka, hidupku lengkap dan bahagia.
Sudah lama aku mempelajari sekelilingku. Sering aku temukan orang yang kelihatan hebat dari luarnya ternyata didalam tidak ada apa-apanya. Tapi berhati-hati terhadap apa yang kelihatan biasa-biasa saja ternyata menyimpan sesuatu yang lebih hebat.
Untuk kasus yang pertama banyak sekali contohnya. Wanita yang kelihatan glamour kalo di Mall ternyata naik taksi trus tinggalnya di gang lagi. Tapi berani sumpah, mbak-mbak SPG rela sampai terbungkuk-bungkuk meladeni mereka dibandingkan meladeni aku yang lecek ini. Bahkan tidak sekali atau dua kali terjadi aku dianggap tidak berdaya beli. Kurang ajar...!
Untuk kasus yang kedua juga banyak sekali contohnya. Tetanggaku Ko' Ali selalu memakai celana pendek dibawah lutut kemana-mana. Katanya kalo pake celana panjang panas. Kemaren baru aja beli peternakan lagi di Cianjur seharga 4 milyar. Padahal aku tau dia telah memiliki peternakan di Serpong dan di Bogor. EMPAT MILYAR?....aku terbelalak sementara dia mengucapkannya dengan nada yang datar-datar saja.
Dan beberapa pertemuanku dengan costumer, sering aku berhadapan langsung dengan owner yang, demi Tuhan, penampilannya yang biasa-biasa aja. Pasti nggak nyangka deh kalo mereka pemilik perusahaan dengan omzet yang besar. Seperti tadi pagi seorang pemilik gerai selular yang datang ingin agar pesanannya selesai dalam waktu 1 minggu karena minggu depannya dia sudah harus berangkat ke USA, anak-anak pengen maen ke Disneland sana sebab yang kemaren waktu ke Disneland Hongkong nggak terlalu bagus. Sekalian mau natalan di sana. Hm...!
So,...kembali ke ibu-ibu arisan tadi. Tampaknya acara telah berakhir. Jeritan yang kudengar mungkin rasa antusias karena nama yang keluar dari gulungan kertas yang diundi. Mereka mulai memisahkan diri dan berjalan menuju ke kendaraan masing-masing. Berbagai merek mobil yang ada di parkiran mewakili indentitas masing-masing.
Ini cuma obrolan seseorang yang tidak punya temen ngobrol. Untuk ibu-ibu yang punya kelompok arisan silahkan menikmati arisannya. Dan aku kembali menikmati dunia kecilku yang indah.

Destination : Malang

"Mau ikut ke Malang, nggak?" Pertanyaan yang nakal dan sangat menggoda itu benar-benar menggangguku. Ya mau dong...Malang gitu loch,...Dan aku pikir aku memang layak untuk mendapat liburan akhir pekan ini karena,..ya..aku pikir karena aku layak aja. Nah lo,.bingung kan?
Untuk tempat menginap aku sengaja memilih Hotel Tugu yang konon merupakan salah satu hotel yang paling eksotis di Indonesia. Yang ternyata belakangan setelah aku check-in aku baru tau bukan paling eksotis di Indonesia tapi di dunia. Hotel Tugu Bali termasuk dalam daftar 101 Most Beautiful Hotel in the World dari sebuah majalah Travel and Leisure terbitan Perancis. Bahkan Hotel Tugu juga disejajarkan dengan sebuah hotel indah di Swiss (duh,..aku lupa namanya. Pokoknya ..bla..bla..House Hotel, St.Moritz, Switzerland) Meskipun aku di Hotel Tugu Malang tetapi standarnya tetap sama dengan Hotel Tugu Bali. Bedanya di Bali ada cottages-nya karena terletak di Canggu Beach.
Dari awal kedatangan kita sudah dapat merasakan kehangatan suasana yang ditandai dengan keramah-tamahan seluruh karyawan hotel dan sambutan berupa minuman selamat datang, sekeranjang kecil buah segar, sebuah buket rangkaian bunga segar dengan ucapan selamat datang yang khusus ditandatangani oleh manajer yang saat itu sedang bertugas. Harumnya taburan bunga sedap malam dikamar yang semua kemasan toiletries dan stationeries menggunakan kertas daur ulang membuat suasana terasa sangat rileks. Serta pijat gratis untuk pasangan suami istri selama 30 menit cukup melemaskan otot-otot yang kaku setelah penerbangan dari Jakarta.
Hari pertama kedatangan kami sengaja memutuskan untuk makan siang di hotel karena anak-anak belum ingin jalan-jalan. Katanya masih capek dan agak ngantuk. Penerbangan jam 7 pagi memang memaksa kita untuk bangun pagi karena jam 6 sudah harus check-in pesawat yang berarti jam 5 sudah harus berangkat ke bandara dan itu juga berarti jam 4 sudah harus mandi dan bersiap-siap.
Melati Pavilion adalah restoran yang romantis disisi kolam renang hotel yang sangat terasa atmosfir Malang-nya. Kami memutuskan untuk makan siang disini. Interiornya sanggat anggun. Seluruh meja dihiasi dengan "lagi-lagi" bunga segar, peralatan makan sendok dan garpu terbuat dari kuningan, piring makan terbuat dari kayu, dan pelayan yang menggunakan pakaian tradisional khas Malang. Si bungsuku sempat bertanya, "Why every waiter wearing skirt, mom?" Tapi aku terangkan kepadanya itu bukan rok melainkan "jarik" yaitu kain panjang yang merupakan pakaian tradisional Jawa yang dapat dikenakan baik oleh laki-laki maupun perempuan. Lalu dia manggut-manggut. Entah mengerti entah masih bingung.
Untuk kita yang senang memanjakan lidah, Hotel Tugu menyediakan beberapa tempat "dining" yang benar-benar istimewa. Mulai dari Melati Pavilion yang menyajikan makanan Jawa, China hingga Western. Lalu ada L'Amour Fou yang romantis dengan dengan "open dining space under stars" dan dikelilingi pohon-pohon palem serta sajian makan Perancis dan Italy, ice cream, home brewed kopi (yang menurutku lebih top dibanding Starbucks) serta pertunjukan live music. Lalu ada Silk Road Pavilion sebagai private dining rooms. Lalu ada The Sugar Baron "Oei Tiong Ham" tempat makan eksklusif beserta meeting room yang didedikasikan untuk mengenang Raja Gula Oei Tiong Ham the richest men in Asia di awal abad ke 20. Ia juga terkenal sebagai kolektor barang antik pada masa itu. Lalu ada Bar Warung Shanghai 1920 yang merupakan replika dari Warung Shanghai di pelabuhan Batavia di tahun 1920. Lalu ada Tugu Tea House yang terletak dilantai 2 menghadap ke teras balkon yang menyuguhkan minuman tradisional, teh, kopi dan jajanan pasar. Dan ini gratis bo'.
Lucunya sore itu kita sempat ngopi dulu di Warung Shanghai lalu pada saat membayar kita ditanya apakah sudah ke tea house yang di lantai 2 karena disana disediakan untuk tamu yang menginap minuman berupa teh atau kopi berikut makanan kecil. O...alah rek...Mbok yo ngomong dari tadi toh mas,..mas..! Tapi untuk memuaskan rasa penasaran kita kesana juga. Tambah secangkir kopi lagi kayaknya juga nggak bakalan over caffein deh. Tapi yang repot kok malah jadi tambah pisang rebus, kacang rebus, kue lumpur, lemper, risoles,..lho..lho...kok jadi kalap gitu ya? Padahal sudah dekat ke jam makan malam.
Daripada duduk di Tea House dan nggak berhenti ngemil kita akhirnya memutuskan untuk Hotel Tour. Kita diperbolehkan berkeliling hotel untuk melihat koleksi barang antiknya. Jika menginginkan "tour guide" hotel juga menyediakannya. Tapi kita memilih untuk jalan sendiri. Mulai deh keluarga freaky berkeliaran. Berawal dari lorong Tirta Gangga yang diwarnai gemericik suara air dan diprasastinya tertulis diresmikan oleh Ibu Megawati, kami pun berjalan pelan memasuki ruangan demi ruangan. Suasana magis terasa sangat kental diseluruh ruangan. Taburan bunga segar di mana-mana seolah memperkuat unsur sesajen,koleksi barang-barang antik, patung-patung, arca-arca kuno, cahaya yang remang-remang, dan suasana yang sangat hening, membuat anak-anakku mulai gelisah. Terutama sisulung yang agak penakut.
Sedikit cerita tentang si sulung, dulu ketika masih balita dia sering melihat hal-hal yang "aneh". Paling sering jika kita menginap di hotel. Yang paling aku ingat kejadian pada saat ia berusia 2 tahun di Hotel Sahid Raya Solo. Karena kami menempuh perjalanan dari Jakarta menggunakan kendaraan pribadi maka kami sampai di Solo pada saat tengah malam. Setelah check-in kita diantar ke kamar. Kita yang kelelahan ingin secepatnya tidur. Tapi diatas tempat tidur anakku gelisah terus. Ketika aku tanyakan kenapa eh,...dia malah menjawab, "Di sofa itu ada yang duduk dan dia ngeliatin kesini terus. Aku jadi takut mam." HWAAAA...aku langsung mencelat dari tempat tidur. Saat itu juga aku minta ganti kamar dan ganti lantai juga. Pokoknya nggak mau.
Dan biasanya jika melihat "something" gitu nggak lama kemudian badannya akan panas atau demam. Ada lagi kejadian saat dia berumur 3 tahun. Karena saat itu aku sedang hamil anak yang kedua maka si kakak mulai aku ajari untuk tidur terpisah. Aku menyediakan untuknya kamar sendiri dilantai atas. Di hari kedua tiba-tiba dia panas tapi tetap masih tetap ceria, tidak seperti anak yang sedang sakit. Aku mulai curiga. Malamnya kuajak lagi dia untuk tidur dikamarnya. Tapi dia menolak. Lalu aku tanyakan mengapa dia tidak mau lagi tidur dikamarnya padahal semua bonekanya kan sudah menunggu kedatangannya. Lalu diapun menjawab, "Kemaren ada yang masuk liatin aku mam. Matanya terang banget. Aku dah tutup muka pake bantal tapi waktu aku liat lagi dia masih berdiri dan ngeliatin ke aku terus.." Halah,...
Ya udah,..kembali ke laptop,..hehehe...Sehubungan dengan suasanan yang sedikit mendirikan bulu roma itu maka dalam hati aku juga bertanya apa memang suasananya yang magis, atau karena udah sore menjelang magrib atau karena enggak ada orang lain disekeliling, atau apa ya? Tapi yang jelas di sana ada patung Syiwa yang konon berusia 1000 tahun bahkan ada patung Kebo apa gitu (lupa lagi,..maklum dah tua..) yang berusia 1500 tahun. Menurut cerita pesawat yang dinaiki sipemilik hampir celaka pada saat membawa patung itu dari Lombok. Hi,...
Diruangan lain terpajang koleksi barang-barang antik berupa peralatan makan dari perak dan kuningan, keramik-keramik antik, kristal-kristal dan furnitur berusia ratusan tahun. Dalam hati aku sibuk menerka-nerka semua koleksi ini kira-kira berapa ya nilai nominalnya? Pasti milyaran. Tapi kalo dihitung nilai historisnya, pasti tak ternilai.
Suasanan hati anak-anak berubah ceria ketika kita sampai di L'Amour Fou. Taman terbuka yang teduh dengan panggung yang luas. Ditengah panggung berdiri dengan anggun sebuah grand piano. Dan tidak jauh dari piano seperangkat peralatan band juga tersedia. Si kakak bahkan memainkan beberapa lagu sederhana di piano itu. Sementara di adek seperti pada umumnya anak umur 6 tahun sibuk berlarian kesana kemari. Naik dan turun panggung berkali-kali. Kadang dia bertingkah seolah-olah penyanyi yang sedang membawakan lagu. Idih...
Tanpa terasa tiba saatnya makan malam. Kami memilih untuk dinner di restoran tertua di kota Malang. Namanya Toko Oen. Meskipun disebut toko karena menjual beberapa jenis kue dan bakeri tapi tempat ini sebenarnya adalah retoran. Bangunan khas kolonial dengan plafon yang tinggi, pintu yang lebar-lebar dan jendela kaca dengan teralis yang modelnya sangat kuno. Meja dan kursinya juga antik. Toko Oen berdiri sejak tahun 1930. Berarti sudah berumur 77 tahun. Kebanyakan turis asing juga mampir kesini. Bahkan hari Jum'at merupakan hari khusus untuk turis Belanda. Menu yang ditawarkan juga kebanyakan berbahasa Belanda. Steak dengan saus yang sangat spesial karena resepnya diwariskan secara turun menurun merupakan menu andalan mereka. Kami sempat bertanya kepada kepala pelayan sudah berapa lama dia bekerja dan dia menjawab sudah 21 tahun. Tapi menurutnya itu belum seberapa dibanding dengan kepala koki yang telah bertugas selama hampir 32 tahun. Wow...
Karena keesokan hari kami berencana untuk jalan-jalan ke kebun Apel, maka sehabis makan malam kami segera kembali ke hotel. Dan sebuah kejutan lagi ketika kembali ke kamar semua telah tertata rapi. Selama ini jika menginap yang aku tau kamar dibersihkan pada pagi hari saja. Tapi ini berbeda. Selembar kertas bergambar seekor kuda dan sang kusir yang tertidur pulas di dalam dokarnya diletakkan diatas ranjang. Ternyata lembaran itu adalah sebuah puisi indah pengantar tidur. Very touching...
Bangun pagi keesokan hari semua merasa segar. Tidur pulas semalaman telah menghilangkan semua rasa lelah. Sebenarnya untuk acara di pagi hari hotel juga menyediakan kegiatan yang tidak kalah mengasyikkan. Ada kursus merangkai bunga segar. Dengan membayar 150 ribu kita akan diajak ke pasar bunga tradisional untuk berbelanja bunga lalu kita akan diajari cara merangkai bunga segar. Bunga hasil rangkaian ini nantinya akan ditaruh di meja untuk sarapan dan sebuah buket bunga segar juga akan menjadi milik kita
Ada juga kursus memasak singkat. Dengan membayar 450 ribu kita akan diajak berbelanja di pasar tradisional dan kemudian bahan-bahan itu nantinya akan diolah menjadi panganan dan kue-kue tradisional yang akan dihidangkan pada saat minum teh di Tea House. Sebagian dari kue-kue juga dapat kita bawa pulang jika kita menginginkannya.
Yang terakhir dan yang paling mahal adalah kursus membuat jamu dan ramuan tradisional seperti aroma terapi. Dengan membayar 750 ribu kita akan diajak ke pasar tradisional untuk berbelanja bahan-bahan yang diperlukan. Lalu kita akan diajari cara membuat beraas kencur, kunyit asem dan aroma terapi. Sebagian dari hasil karya kita dapat dibawa pulang sedangkan sebagian lagi dapat digunakan di Apsara Spa.
Pagi ini sehabis sarapan kami harus bergegas karena cuaca Malang diakhir tahun sering diguyur hujan. Terutama daerah Batu yang menjadi destinasi kita selanjutnya. Oh ya,..disini kalo kita menyebut Batu orang tidak terlalu mengerti. Jadi mengucapkannya harus pakai m didepannya. Jadi mBatu. Baru mereka mengerti. Kalo mengucapkan Batu yang ada kita bisa-bisa diberi batu kerikil. hihihi..Jadi inget ya,...mBatu. Bukan Batu. Lalu kamipun segera berangkat dengan menggunakan mobil cateran(lho..kok kayak anak sekolah?!) ke daerah mBatu.
Sesampainya disana ternyata Pak Sopir mengantarkan kami kesebuah arena bermain bernama Jawa Timur Park. Karena berada di ketinggian tempatnya persis kayak di Genting Highland. Termasuk fasilitas indoor theme park dan outdoor theme park. Bedanya kalo di Genting ada banyak hotel dan bisa judi. Disini nggak. Jadi ingat waktu jalan-jalan ke Mallaca yang rasanya ketinggalan jauh di bandingkan disini. Kalau Mallaca berani mengklaim dirinya sebagai kota tua dan bersejarah, aku rasa Malang lebih layak menyadangnya. Di Jatim Park ada miniatur tiap propinsi berikut kulturnya. Bahkan ada rumah sains berikut percobaan-percobaan sederhana. Beberapa hasil penelitian ilmiah dari universitas di Malang (seperti:Unibraw, muhammadiyah,dll) diperagakan disini. Juga ada miniatur candi-candi yang ada disekitar daerah Jawa Timur, miniatur diorama kehidupan pra-sejarah hingga kolonial, wahana bermain seperti di Dufan Ancol, water park, rumah hantu, pokoknnya banyak lagi deh. Dan tolong ya,..ternyata Malaysia itu nggak ada apa-apanya. Di Indonesia malah lebih bagus. Cuma kurang promosi saja. Kalo ngebanding-bandingin negara kita ama negara lain kenapa aku jadi emosional gini ya? Tapi emang iya kok. Tiap aku jalan-jalan ke negeri orang, sumpah Indonesia lebih bagus, cuma (nah ini yang nggak enak) cuma nggak ada yang ngurus aja.Pemerintah bener-bener nggak mau tau ama potensi dan heritages yang kita punya. Dapipada terus kesel dan ngedumel mendingan kekebun apel aja kale.
Kusuma Agrowisata adalah destinasi selanjutnya. Selain agrowisata disini juga tersedia Kusuma Hotel dan Cottages. Sesampainya di lobi kita disambut oleh beberapa petugas agrowisata. Dan lagi-lagi ada dokumentasi Bu Megawati. Fotonya mejeng dimana-mana. Ada fotonya lagi memetik apel, trus fotonya lagi makan apel, trus fotonya lagi bermetamorfosis menjadi buah apel. Hehehe...nggak ding. Yang terakhir cuma becanda. Bosen ah...Megawati terus dimana-mana.
Tiket masuk tersedia dalam dalam berbagai macam paket. Ada yang cuma memetik apel saja. Ada yang memetik apel plus roti bakar. Ada juga yang memetik apel plus makan siang. Tapi untuk memetik apelnya dibatasi satu orang hanya boleh memetik maksimal 2 buah apel saja. Yee...pelit amat. Karena kita sudah makan siang akhirnya memutuskan untuk memilih paket memetik apel plus roti bakar. Harganya hanya rp.23.000,- per orang. Dan karena malas berjalan kaki mengelilingi kebun apel kami memilih untuk membeli tiket mobil keliling seharga rp.7500,- per orang. Pada saat akan menaiki mobil masing-masing diberi minuman sari apel dalam kemasan. Lalu mobil pun berjalan pelan-pelan mengelilingi kebun apel. Tidak lama kemudian mobil berhenti di sebuah kavling yang khusus untuk memetik apel. Ternyata tidak bisa memetik di sembarangan tempat lho. Dan secara perlahan namun pasti naluri kemonyetanku pun timbul. Pohon-pohon apel itu seolah-olah berbilsik kepadaku, "panjatlah aku inge,..ayo...panjatlah aku..." Akhirnya ya aku manjat deh.
Setelah berhasil mendapatkan 8 buah apel yang kecil-kecil,hihihi..abis yang besar-besar udah diambil orang duluan kali ya, kami kembali menaiki mobil untuk diantar ketempat peristirahatan. Disini kami diberikan segelas besar jus apel segar berikut roti bakarnya. Mau tau roti bakarnya diisi apa?....Selai apel! Ampun DJ. Satu bulan kedepan aku bersumpah untuk tidak makan apel.
Ternyata pergunjingan tentang hujan yang turun setiap siang menjelang sore bukan isapan jempol belaka. Jam setengah 3 hujan turun rintik-rintik. Makin lama makin deras. Setelah membeli oleh-oleh berupa kripik apel, selai apel, cuka apel dan yang terakhir jenang apel, kami segera berlarian menuju ke mobil cateran. Dengan nafas yang masih ngos-ngosan aku memberi perintah kepada pak sopir, "Cepat pak,...tancap gas,... lima menit lagi saya masih ngeliat apel entah itu tulisan atau apalah yang berbau apel, saya bisa pingsan pak..!"
Eh,...Yang ada si pak sopir malah ngeledek sambil nyanyi,..."Lima menit lagi,...ah...ah...lima menit lagi,...dia mau datang kerumahku...." dan mengalunlah lagu dangdut itu. Entah karena suaranya yang merdu dan mendayu-dayu atau apa yang jelas lima menit kemudian anak-anakku udah pada pingsan alias ngorok karena kecapean. Berarti destinasi selanjutnya Museum Brawijaya batal. Langsung pulang ke hotel.
Keesokan paginya tanpa terasa 2 hari telah berlalu. Berarti harus berpisah dengan Hotel Tugu. Ah,...lagi-lagi Hotel Tugu. Tapi berani sumpah demi cicak yang nemplok didinding tulisan ini dibuat dari lubuk hati yang paling dalam. Tidak ada niat untuk ngelamar jadi staff marketing hotel Tugu. Beneran...Dan sebelum ke bandara kita sempetin mampir dulu ke museum Brawijaya alias museum Angkatan Darat. Yah,..anggap aja pamitan ama tetua. Hehehe,...
So... saatnya kembali ke Jakarta lagi,..kerja lagi...cari duit lagi,...trus pergi jalan-jalan lagi,...kikikikik......

We are survivors

*Curhat salah seorang sehabatku tiba-tiba membuatku tersadar seketika. Betapa kita sebagai manusia ternyata adalah makhluk yang teramat tangguh.*
Mari kita melamun sejenak ke masa lampau. Berapa kali kita telah mengalami kegagalan. Dari masa yang paling dini. Masa bayi, ketika kita menangis kesal karena tidak bisa menemukan puting ibu, atau muntah karena belum mampu menelan bubur bayi, atau menjerit kesakitan ketika terjatuh karena belajar berjalan, tapi itu tidak mengakhiri segalanya. Perlahan tapi pasti akhirnya kita mampu menghisap asi dengan benar dan mampu mengunyah makanan bahkan dapat menyuap sendiri. Jika tahapan belajar berjalan bisa dilalui kita mulai bisa berlari.
Bergeser sedikit kemasa anak-anak ketika kita mulai belajar melompat dari ketinggian, belajar naik sepeda, bahkan berlomba lari untuk mengetahui siapa yang paling cepat, lagi-lagi kita mendapat pelajaran yang sama.Melompat membuat kita terjatuh, belajar sepeda juga membuat kita terjatuh, dan berlari pun masih membuat kita jatuh, kita tetap belum menyerah. Betapa kita semua tahu pada masa anak-anak berlari dan melompat adalah kegiatan yang paling menyenangkan.
Dimasa remaja mungkin kegagalan tidak lagi dalam bentuk fisik semata. Kegagalan dalam menyatakan perasaan suka terhadap seseorang, ingin mengemukan pendapat pada orang tua tapi malah pada akhirnya terjadi konflik, atau penolakan dari kelompok tertentu yang membuat kita terkucil. Dan tetap kita bisa melewati masa remaja yang teramat sulit itu. Pada akhirnya kita bisa memacari seseorang, mulai ada kompromi dengan orang tua dan menemukan sahabat yang mau menerima kita apa adanya.
Ketika aku duduk di bangku kuliah, dokter mendiagnosa aku memiliki kista yang harus segera di operasi. Aku bertanya, "kira-kira penyebabnya apa ya dok?". Dia hanya mengangkat bahu dan mengatakan, " Ini semua adalah takdir". Aku pun mencoba untuk mendesak, " Apa pola makan saya ada yang salah barangkali?" Dia menggelengkan kepalanya dan berkata lagi, " Tidak ada yang salah, anda bahkan tidak merokok dan tidak meminum alkohol makanya saya bilang ini semua adalah takdir!" Pada saat itu aku sangat sangat kecewa. Aku kecewa pada dokter yang tidak memberikan jawaban yang memuaskan dan aku bahkan kecewa kepada Tuhanku mengapa dia memberikan takdir seperti ini kepadaku, sedangkan orang lain tidak. Aku menangis berhari-hari mencoba menggugat Tuhanku. Aku merasa bahwa hidup ini sangat tidak adil.
Tapi kemudian aku menjadi sadar bahwa takdir ini bisa aku rubah. Aku memutuskan untuk menjalani operasi dan telah merubah takdirku yang memiliki kista menjadi tidak memiliki kista lagi. Aku berhasil melewati saat-saat sulit itu. Tapi tiga tahun kemudian tumbuh kista baru lagi. Dan aku harus kembali menjalani operasi lagi. Aku menjalaninya dengan kondisi yang lebih tegar dari sebelumnya. Semua berakhir? Belum.. Tiga tahun kemudian lagi-lagi aku divonis dengan diagnosa yang sama. Kali ini aku sudah dalam kondisi yang amat tegar karena aku telah melahirkan anak pertamaku. Aku harus survive karena aku tahu anakku sangat membutuhkanku.
Dilain sisi kehidupan berumah tangga juga menuntut kita untuk menjadi survivor. Ada kalanya konflik dengan pasangan yang berakhir dengan pertengkaran hebat membuat kita tergoda untuk mengakhiri semuanya. Tapi itu bukan jalan keluarnya. Ketika emosi telah mereda dan saling memaafkan, kekuatan cinta jugalah yang menuntun kita untuk jadi survivor.
Urusan domestik rumahtangga juga bisa dijadikan contoh. Dulu aku menggunakan jasa "maid" ( rasanya lebih sopan daripada menyebut pembantu ) yang menginap dirumah. Begitu aku memutuskan untuk tidak menggunakannya melainkan hanya maid yang datang disiang hari dan pulang di sore harinya aku benar-benar kelimpungan. Pagi hari adalah saat yang paling kacau-balau karena semua akan berangkat dan butuh sarapan. Seiring dengan waktu aku jadi bisa mengatur agar sarapan siap pada waktunya dan lunch box sudah masuk ke tas masing-masing lengkap dengan isinya.
Ketika aku memutuskan untuk menjalankan usaha sendiri, berkali-kali kegagalan datang menghampiriku. Mulai dari omset yang seret sampai ditipu oleh pelanggan bahkan dikibuli karyawan oleh karyawan sendiri. Tapi itu belum merubah apapun karena aku selalu duduk dikursi yang sama dan berkata kepada diriku sendiri, "i'm survivor". Semua kegagalan yang aku hadapi aku anggap sebagai sarana untuk mengasah kemampuanku agar lebih baik lagi.
Keluar dari kehidupan pribadiku, mari kita lihat betapa banyaknya survivors di sekeliling kita. Mulai dari pedagang asongan hingga pejabat koruptor. Jika pedagang asongan berusaha survive demi sesuap nasi, maka pejabat koruptor survive demi sekoper berlian.
Menjadi manusia dewasa dengan segala kompleksitas nya adalah suatu keharusan. Disamping keberhasilan adakalanya kegagalan yang harus kita terima. Tapi kita manusia yang memiliki naluri untuk mempertahankan hidup. Semakin kita dikondisikan sulit semakin kita berusaha untuk menemukan jalan keluarnya. Jangan takut menghadapi kegagalan!

Ipaabong on 2nd year until present

Well, cerita tentang Ipaabong di tahun pertama terputus karena aku harus jemput anak pulang sekolah. Buru-buru nyambung lagi tulisan karena tidak ingin predikat HHTA melekat padaku.
Ditahun kedua roda perusahaan mulai bergulir meskipun amat pelan. Segala cara aku lakukan untuk memajukan percetakan ini. Setiap hari aku berada di ruko. Karena anakku yang kedua masih kecil, baru berumur 2 tahun, ruang kantor aku sulap menjadi ruang tidur darurat anak sekaligus tempat bermain. Aku menyediakan kasur lipat lengkap dengan bantal dan selimut serta meja kecil untuk makan. Jadi setiap hari aku dapat bekerja dengan tenang karena anak ada disampingku.
Meskipun amat pelan cash flow perusahaan juga mulai menunjukkan peningkatan. Aku sudah tidak perlu lagi menomboki gaji karyawan dan tagihan bulanan dengan uangku pribadi. Malah sudah bisa menyicil sepeda motor untuk mobilitas usaha. Sebaliknya urusan dengan karyawan benar-benar menguras otak dan tenaga.
Ambil saja sebagai contoh karyawanku di bagian marketing. Setelah diberi kepercayaan penuh, ternyata malah melarikan uang perusahaan. Jadi dia ternyata diam-diam menagih secara langsung tetapi uangnya tidak pernah di serahkan ke kantor. Lalu kabur begitu saja. Sempat beberapa kali mendatangi rumahnya tapi tidak pernah berhasil ketemu langsung dengan yang bersangkutan. Akhirnya karena capek kita mengikhlaskan saja uang yang sudah hilang. Berfikir positif mudah-mudahan Allah menggantinya dalam bentuk yang lain.
Adalagi tingkah karyawan dibagian setting yang kerjanya kasbon melulu. Usut punya usut ternyata istrinya dua. Ya pantesan lah. Gimana gaji mau cukup kalau mesti menghidupi dua dapur. Terakhir ketika aku tegur karena jumlah kasbonnya sudah terlalu besar karena setara dengan 3 bulan gaji, eh,...malah marah. Minta bukti. Lalu ketika aku tunjukkan bukti-bukti yang lengkap berikut catatan hari dan tanggal, dia terdiam dan besoknya tidak masuk-masuk kerja. Dan akhirnya berhenti begitu saja. Lha?!...Kok malah galakan dia sih? Dan utang-utangnya? Lagi-lagi tidak bisa di tagih. Capek akhirnya lagi-lagi kita ikhlaskan saja uang yang hilang. Dan lagi-lagi berfikir positif mudah-mudahan Allah menggantinya dalam bentuk lain.
Lain waktu ada lagi tingkah karyawan yang sering banget bolos. Alasannya karena malam kuliah jadi tidak bisa bangun pagi. Aku jengkel sekali karena dulu pada waktu akan memutuskan untuk kuliah dia sudah berjanji untuk tidak melalaikan pekerjaan. Malah aku juga membantu separuh biaya masuk kuliahnya dan aku juga yang membantu membayar uang ujiannya dengan cara cicilan lunak.
Belum lagi cerita tentang karyawan perempuan yang datang dengan mata lebam karena di tonjok suaminya. Aku terangkan tentang hak-hak perempuan, apa itu kekerasan dalam rumah tangga, bla...bla... dan aku terus nyerocos. Lama-lama aku merasa jangan-jangan aku jadi titisan Nursyahbani Katja Sungkana.
Cerita-cerita tentang tingkah polah karyawan silih berganti. Lama-lama peranku bertambah tidak hanya sebagai atasan. Tapi juga sebagai tempat mencurahkan perasaan. Ada yang ngadu anaknya sakit, istinya hamil lagi, mertua kesetrum, ibunya stroke, abangnya kecelakaan, dll...dll...Aku jadi "over loaded" Saking capeknya beratku turun hingga jadi 44 kg. Jika keadaan seperti ini terus berlanjut bisa-bisa rambutku putih semua. Kulit keriput dan aku tua sebelum waktunya. Hiy,...
Akhirnya aku putuskan untuk mulai mengambil sedikit jarak dengan karyawanku. Tapi aku tetap berusaha untuk memperbaiki "atitute" mereka karena SDM yang baik nantinya akan memudahkan pekerjaan perusahaan. Aku tanamkan pada diri mereka rasa memiliki, tanggung jawab dan kerjasama team.
Jika di tahun kedua pembenahan mental karyawan menjadi hal yang paling difokuskan, maka pada tahun ketiga hal yang menjadi prioritas adalah penjualan atau kerennya di sebut marketing. Jika mesin-mesin telah siap ( mesin lama yang bermerek Multilith diganti dengan merek Ryobi plus membeli sebuah mesin lagi bermerek Oliver ), SDM juga sudah siap, tibalah saatnya bagi ujung tombak perusahaan yaitu marketing untuk beraksi.
Ipaabong merekrut seorang marketing yang cukup handal dan juga cukup mahal tentunya. Meskipun dia tidak punya "background" di bidang cetakan tapi ia bisa cepat belajar. Disamping itu orangnya juga ulet dan sangat gigih. Setiap dia punya janji untuk mendatangi suatu pabrik atau perusahaan aku selalu ikut dengannya. Karena dia tidak bisa menyetir, maka selama perjalanan aku yang menjadi sopir dan dia yang enak-enakan duduk disampingku. Sementara di tempat tujuan kadang kita disambut oleh satpam yang galak. Tapi beberapa ada juga yang baik. Begitu juga orang yang kita temui kadang ada yang sombong kadang ada yang ramah.
Jauhnya rute yang harus aku tempuh dan panasnya cuaca sering membuat kondisiku drop. Biasanya jika siang aku mendatangi pabrik-pabrik yang jauh dan cuacanya menyengat, pada malam harinya aku pasti mimisan. Mungkin suhu yang ekstrim menjadi pemicunya karena udara malam lebih dingin atau karena aku berada di ruangan ber-AC.
Yang pasti karena kerja keras ini aku benar-benar babak belur. Wajahku mulai dipenuhi jerawat karena asap pabrik yang kotor. Kulitku yang memang sudah hitam jadi semakin hitam. Rambutku yang memang sudah keriting jadi semakin keriting. Bahkan gigiku yang memang kuning jadi semakin kuning ( becanda ding...)
Tapi kehancuran fisikku ternyata dibarengi dengan hasil yang cukup nyata. Sedikit demi sedikit mulai ada pabrik yang mempercayakan cetakannya pada Ipaabong. Keuntungan mengerjakan cetakan pabrik mereka biasanya "repeat order" sedangkan kelemahannya adalah tempo pembayaran yang agak lama, biasanya satu bulan. Kontinyutas produksi menghasilkan pendapatan yang lumayan. Ini terlihat dari mampu-nya kami mencicil kredit sebuah motor lagi dan sebuah mobil bekas.
Keasyikanku mencari order membuatku mengabaikan anak-anakku. Si kecil lebih memilih bersama pembantu daripada denganku. Yang besar mengeluh padaku, " I have no friends mom..and I feel so lonely..." Dan ketika aku melihat kuku-kuku panjang belum dipotong, daki tebal di tumit kaki, telinga kotor kayak knalpot, "Oh...God! What I've done?" Mengapa bidadari-bidadari kecilku menjadi gembel-gembel kecilku. Ternyata aku memang harus memilih.
Aku harus memilih antara mendapatkan uang atau membesarkan anak-anakku. Dan aku memilih untuk kembali keanakku. Aku tidak ingin kehilangan masa-masa indah ini. Aku ingin selalu berada didekat mereka setiap waktu. Ada yang tidak bisa tergantikan dengan uang. Dan ini juga kulakukan untuk kebaikanku sendiri. Karena aku mulai merasakan ketidak-seimbangan emosi. Aku jadi mudah marah jika dalam keadaan capek. Aku mudah stress dalam menghadapi masalah. Dan yang paling penting aku tidak ingin kehabisan darah karena hampir tiap malam mimisan ( Anemia sih iya. Tapi kalo kehabisan darah kayaknya nggak mungkin deh,..)
Maka di tahun keempat ini aku mulai mengurangi malah nyaris menghentikan kegiatanku. Aku hanya ngantor diakhir bulan untuk menghitung lembur dan membayar gaji karyawan. Di hari-hari biasa aku hanya mampir sejam atau dua jam sekedar untuk bertegur sapa dan melihat-lihat saja. Sisanya kuhabiskan untuk mengurusi anak-anakku. Mengantar jemput sekolah, les, membantu mengerjakan peer, menemani makan, membaca sama-sama, etc. Bahkan pembantu yang mencoba merebut perhatian anakku sudah aku pecat!
Ipaabong juga dapat berjalan tanpaku. Ini semua berkat rasa saling memiliki, tanggung jawab dan "teamwork" telah berjalan. Dengan atau tanpa aku mereka sudah sadar akan kewajibannya masing-masing.
Untungnya suamiku mau mengerti keadaanku dan sekarang setiap hari sebelum berangkat kekantor ia menyempatkan diri untuk hadir dan mengontrol keadaan percetakan dulu. Jika pulangnya agak cepat ia pun akan mampir lagi ke percetakan. Malah kini ia memberanikan diri untuk melakukan diversifikasi produk. Sejak Juni 2007 berdiri Ipaabong "bubut dan kotler" yang bertempat di garasi sebelah ruko Ipaabong "percetakan". Mudah-mudahan semua dapat berjalan dengan lancar.

Ipaabong on 1st year

*Request dari teman-temanku untuk menulis tentang Ipaabong sudah menghantuiku selama berbulan-bulan. Terus terang aku merasa agak nervous. Aku khawatir jika maksudku untuk berbagi ternyata di tanggapi skeptis. Oleh sebab itu aku tekankan dari awal bahwa tulisan ini aku buat semata-mata hanya untuk berbagi. Tidak ada niat untuk meninggi apalagi memanas-manasi. Nahujubilahiminzalik *
( Aku tidak tahu mengapa niatku untuk menulis tentang Ipaabong berkali-kali menghadapi masalah. Pada saat aku benar-benar memiliki energi untuk menulis, aku tidak memiliki kesempatan dan waktu. Sebaliknya pada saat aku memiliki kesempatan dan waktu, semua ide-ide ku telah terlanjur lenyap dari kepala. Dan pada saat aku memiliki semuanya, ide untuk bercerita, waktu untuk mengetik, dan tulisan yang siap untuk disajikan, semua hilang begitu saja dari layar computer. Kekecewaanku semakin lengkap ketika saluran speedy mengalami gangguan gara-gara kabel telefon terendam karena hujan deras semalaman. Ada lagi yang mau nambahin? )
Masih ingatkan cerita diblog-ku sebelumnya HHTA, tentang sepak terjang dan jerih payahku mencoba berjualanan makanan di beberapa event seperti bazaar-bazar. Cerita tentang usaha jualan soto padang yang tidak laku. Huhuhu,…sedih rasanya menerima kenyataan bahwa aku tidak cocok berjualan makanan. Lebih sedih lagi menerima kenyataan bahwa “mungkin” masakanku memang tidak enak. Jadi sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti misalnya ada pembeli yang menumpahkan semangkok soto keatas kepalaku sambil berteriak, “ ini soto padang apa air bilasan cucian !” atau yang lebih tragis lagi seandainya ada pembeli yang bilang, “ Orang jawa kok malah coba-coba jualan soto padang”, lebih baik niat untuk jadi pedagang makanan aku kubur dalam-dalam. Aku benar-benar ngeri membayangkan diriku masuk ke ruangan UGD karena disiram kuah panas semangkuk soto padang, dan mungkin aku juga perlu seorang psikiater untuk mendampingiku menumbuhkan kembali harga diriku yang down karena tundingan rasis dari pembeli yang rasis. Hehehe,…
Dan masih ingat jugakan cerita tentang usaha berjualan seprei nan gagal. Tapi aku masih belum menyerah. Tidak lama kemudian aku menjadi dealer Tupperware, trus ikut multilevel marketing AMWAY, abis itu CNI, dst…dst.
Lama-lama suamiku mulai risih dengan segala tindak tandukku. Atau mungkin juga ia kasihan padaku yang tidak henti- hentinya mencari jati diri. Akhirnya dia menyarankanku untuk merintis usaha dibidang percetakan. Pilihan jatuh pada bidang cetakan karena suamiku adalah karyawan di sebuah perusahaan konsultan buku pendidikan. Sedikit banyak ia memahami tentang seluk-beluk percetakan. Mulai dari harga kertas, proses produksi hingga finishing. Sejak saat itu mulailah pembicaraan tentang mendirikan percetakan jadi topik diskusi paling panas dimanapun kami berada. Saat sarapan, saat makan malam, saat sebelum tidur semua tidak lepas dari kegiatan diskusi dan debat panjang tentang percetakan. Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan, setelah memikirkan dengan sangat matang, dan menghapuskan segala keraguan dan kekawatiran terutama kekawatiran terhadap kambuhnya penyakit lamaku yang HHTA alias hangat-hangat tahi ayam itu tadi, akhirnya pada tanggal 6 juni 2003 berdirilah percetakan IPA ABONG.
Dengan membaca Bismilahirahmanirahim, Ipaabong menempati sebuah ruko dengan karyawan berjumlah 6 orang. Satu mesin potong, satu mesin cetak kecil bermerek Multilith, satu mesin emboss, dan satu mesin pons melengkapi keberadaan Ipaabong. Hari-hari di minggu pertama benar-benar menyedihkan. Tidak satupun ada pelanggan yang datang. Karyawanku cuma bengong-bengong, malah sampai ketiduran. Di minggu-minggu selanjutnya keadaan masih belum juga ada perubahan. Sekali-kali ada yang datang tapi hanya sekadar membandingkan harga. Dagangan benar-benar sepi.
Akhirnya aku berinisiatif untuk menyebarkan brosur agar percetakan Ipaabong dikenal orang. Aku sendiri turut andil dalam proses pendistribusian brosur-brosur itu. Kejadian yang cukup memalukan pernah terjadi kala itu. Di suatu siang aku membagikan brosur kekawasan bengkel motor. Disalah satu bengkel yang kukenal pemiliknya, karena ia teman adikku, aku mulai pasang aksi. Dari jauh aku sudah menebar senyumku yang paliiing manis. Dan aku sangat yakin gula aja kalah manis ama senyumku. Hehehe,...
Aku berjalan masuk ke bengkel itu dengan langkah penuh percaya diri. Saking percaya dirinya aku tidak melihat ke lantai yang aku lewati. Aku lupa bahwa aku sedang berjalan masuk ke bengkel yang lantainya penuh dengan ceceran oli dan licin. Lima,..empat,..tiga,..dua,…geeduuubraaak. Aku jatuh terpeleset dengan indahnya. Senyumku yang tadinya muanis banget berubah jadi uaseem banget. Aku berdiri sambil meringis kesakitan. Semua pada kaget, tapi nggak ada yang nolongin. Sialan. Mentang-mentang udah pada tau aku emak-emak dengan 2 anak. Coba kalo aku perawan ting-ting. Pasti semua pada lari pengen buru-buru ngegendong. Yang ada mereka malah cuma berkomentar, “Aduh,..mbak,..Hati-hati dong. Itu kan lantainya licin…!” Huuh,…Licin gigimu gondrong batinku dalam hati. Kasih karton kek, atau kasih papan pengumuman kek. Secepatnya aku menyerahkan brosur dan segera ngacir dari sana. Nyebelin.
Brosur-brosur itu teryata tidak memberikan perubahan yang nyata. Pekerjaan masih tetap sepi. Lalu kita memasang spanduk yang besar dengan tulisan yang mencolok plus promosi diskon. Akhirnya datang juga seorang bapak yang memesan cetakan sparasi. Sparasi itu adalah sebutan untuk cetakan full colour. Aku berikan harga yang pantas plus diskon tentunya. Beliau setuju dan memesan dalam jumlah yang lumayan. Tapi keesokan harinya aku baru menyadari bahwa aku salah dalam memberikan harga. Konsekuensinya aku harus menghubungi si bapak untuk membicarakan tentang kesalahan harga ini dan bisa di tebak, dia sangat marah. “Pokoknya gua kagak mau tau!”, katanya.
Aku meminta maaf dan memohon agar dia mau membayar dengan harga yang sesuai. Tapi dia keukeuh tidak mau menambah bayar. Akhirnya aku putuskan untuk datang menemuinya langsung, nangis-nangis sambil guling-guling dilantai, tidak lupa pakai gaya ngejambak-jambak rambut sendiri, dan ngelap ingus pake jari kaki,…and u know what?.... Beliau setuju. Aku tidak tahu beliau setuju karena kasihan atau takut di cekik orang gila. Hehehe….
Masih berkutat dengan pekerjaan yang seret, aku juga harus mencari cara membayar gaji karyawanku. Tabunganku makin lama makin menipis karena harus membiayai pengeluaran kantor dan tagihan-tagihan, dan akhirnya benar-benar habis setelah membayar uang THR karyawan. Pada saat bingung seperti ini aku mengadu pada sahabatku satu-satunya yang selalu ada didalam keadaan suka dan duka yaitu kartu kredit. Dengan berat hati aku mengajukan “personal loan” yang dicicil selama 12 bulan. Dananya bisa untuk bertahan selama lebih kurang 6 bulan kedepan.
Di semester kedua yaitu kurun waktu Januari 2004 hingga Juni 2004 masalah juga tiada hentinya. Mulai dari order yang tersendat-sendat, kwalitas cetakan masih saja jelek, karyawan sering nggak masuk, sampai pada karyawan yang suka ngutil alias suka ngebawain kertas atau apa aja pulang. Pusing?...Ya iya lah nek…Solusinya aku mengadakan rapat tiap 2 minggu sekali. Dan pesan yang selalu aku sampaikan adalah, “Anggap perusahaan ini adalah milik kalian juga. Kalau perusahaan maju, kita sama-sama maju. Tapi kalau perusahaan bangkrut kalian juga yang akan kehilangan pekerjaan”
Pada awalnya kata-kataku itu memang tidak memberikan pengaruh. Tapi pengaruhnya mulai terasa pada tahun-tahun berikutnya. Memberikan kepercayaan pada orang-orang seperti mereka tidak gampang. Karena seringkali mereka apatis. Mereka berfikir untuk apa memajukan usaha orang lain. Pokoknya kerja saja lalu di akhir bulan digaji, selesai. Kalau perlu bagaimana caranya bisa mendapatkan sebanyak-banyaknya dari perusahaan tapi mengeluarkan tenaga sesedikit mungkin. Benar-benar menjalankan “prinsip ekonomi” ( jadi ingat pada Ibu Masni, siguru ekonomi ) Well,…masih penasaran?... Kayaknya disambung ke Ipaabong di tahun kedua aja ya….C…U….
TO BE CONTINUED………

Perayaan 17 agustus dalam kenanganku

* Apa artinya merdeka jika harga kebutuhan pokok melambung tinggi, pendidikan mahal dan tidak dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat, kesehatan tidak terjamin, kesenjangan sosial semakin nyata, dan pengangguran dimana-mana*
Dua minggu yang lalu semua rakyat Indonesia merayakan peringatan hari kemerdekaan. Mengenang detik-detik proklamasi dengan pengibaran kembali Bendera Pusaka dan pembacaan Naskah Proklamasi. Disusul dengan kemeriahan aneka lomba-lomba mulai dari perumahan mewah hingga ke kampung kumuh.Lomba yang nyaris sama dari tahun ke tahun. Lomba yang itu-itu saja; makan kerupuk, balap karung, tarik tambang, panjat pinang, terasa sangat monoton.
Tapi di Makasar agak sedikit kreatif, mereka mengadakan lomba menangis. Aku kurang mengerti maksud panitia mengadakan lomba seperti ini. Apakah mereka menyindir keadaan bangsa yang memang agak menyedihkan atau memang begitu banyak air mata yang telah tertahan dan harus segera dikeluarkan. Yang jelas lomba ini diikuti oleh banyak wanita. Tidak ada pria yang berkenan untuk ikut. Realitanya memang wanita yang paling merasakan akibat dari kebobrokon sistem pemerintahan kita saat ini.
Aku pribadi juga mulai merasa apatis dengan keadaan negara saat ini. Ekonomi yang mulai memburuk ditandai dengan laju inflasi yang cukup tinggi dan sektor riil yang tidak berjalan. Ngomong-ngomong bo' dari pada aku mulai merasa jadi Sri Mulyani, mendingan kita bernostalgia aja deh ama 17 Agustus jaman dulu.
Kenangan yang paling tua yang samar-samar masih aku ingat adalah menonton karnaval (sering juga disebut pawai) pada saat aku berumur 6 tahun. Dulu karnaval merupakan tradisi di kampungku. Semua berbondong-bondong datang menyaksikan karnaval. Tua muda, mulai dari bayi yang digendong ibunya, anak-anak, remaja hingga orang tua alias kakek nenek semua tidak ada yang mau ketinggalan. Termasuk aku dan nenekku yang kala itu belum terlalu tua menurutku karena dia masih menggendong adikku yang masih bayi.
Semua bersuka cita dengan acara yang di gelar setahun sekali ini. Bahkan penduduk dari pinggiran seperti Rangau, Pematang pudu, Kandis, dll, khusus datang dengan naik mobil cateran. Pokoknya semua tumpah ruah di Jalan Sudirman yang merupakan jalan utama satu-satunya di Duri.
Ada kejadian pada hari itu yang tidak dapat aku lupakan seumur hidupku. Mau tau kejadian apa? Ini kronologisnya. Tidak lama setelah karnaval berakhir penonton pun mulai bubar. Aku minta uang pada nenek untuk membeli permen. Tapi dulu aku tidak menyebutnya permen melainkan gula-gula. Seingatku saat aku anak-anak memang aku sangat keranjingan gula-gula. Saking keranjingannya, jika stok gula-gula mamaku habis, aku sering memakan gula pasir bersendok-sendok. Apalagi gula merah atau gula aren. Mamaku selalu menyembunyikan di tempat yang aman jika tidak ingin kehilangan atau habis dimakan olehku. Malah saking gilanya lagi, aku sering diam-diam menghisap tablet atau obat yang bersalut gula. Setelah manisnya habis, biasanya obatnya aku buang. ( mungkin dalam hayalanku aku makan M & M atau Cha-cha ) Dan parahnya lagi, kata mamaku, termasuk pil KB mamaku tidak luput dari incaran. Alhasil aku satu-satunya anak umur 4 tahun yang udah nyoba pil KB. Hihihihihihihi........( ketawa setan )
Nah kembali ke cerita aku beli gula-gula tadi. Kebetulan warung yang aku tuju untuk beli gula-gula ada di seberang jalan. Aku pun berhasil sampai di seberang karena dulu mobil serta kendaraan lain belum banyak. ( Maklum lah bo'...Duri,...di tahun 1980 pulak). Aku membeli gula-gula Sugus. Dapat lumayan banyak. Penuh dalam 2 genggaman tanganku. Tiba saatnya aku kembali ke nenekku, yang berarti aku harus menyebarangi jalan. Dari jauh aku melihat sebuah oplet tua berjalan pelan. Aku mulai gugup. Menyeberang atau tidak. Langkahku mulai ragu-ragu. Maju mundur. Trus maju lagi mundur lagi. Trus aku maju beneran pada saat bersamaan oplet ada tepat di depanku. Ciiiiiiiiiit.......( ini bunyi ban ya sodara-sodara , bukan bunyi tikus atau anak burung )...BRAK!.....(nah ini bunyi badanku ketabrak oplet) Aku terhempas ke aspal. Semua permen yang aku pegang terlepas dan berserakan di atas jalan raya. Pandanganku mulai berkunang-kunang. Dalam sekejap orang-orang langsung datang mengerumuniku. Dan salah seorang yang mengenaliku langsung menggendongku. Membawaku ke sebuah mobil dan langsung menuju ke rumah sakit Caltex ( waktu itu masih di Sebanga. Ada yang nggak tau Sebanga? Silahkan liat aja di peta ) Aku juga ingat sepanjang perjalanan nenekku menangis meraung-raung dan berkali-kali menyesali dirinya. Padahal aku merasa aku nggak apa-apa. Cuma luka-luka dan memar-memar aja. Malah aku terus memikirkan siapa orang yang beruntung itu, yang memunguti gula-gulaku yang tumpah ( Oh,..Gosh..) Sesampainya di Rumah Sakit, dokter memeriksa seluruh tubuhku. Terutama kepalaku. Karena aku tidak hilang kesadaran, tidak muntah dan tidak pingsan, maka kekhawatiran akan adanya trauma dikepala alias geger otak dapat dikesampingkan. (Tapi sampai hari ini jika aku melakukan sesuatu yang abnormal, aku sering menganggap itu geger otak yang datangnya belakangan. hehehe...)
*Dan Alhamdulillah sampai hari ini aku masih di beri umur panjang*
Kenangan karnaval 17 agustus pada saat aku sekolah dasar tidak terlalu istimewa. Tapi juga tidak terlalu mengecewakan. Kwalitas pawainya agak bagus karena Caltex yang diwakili oleh tiap departement-nya mendekorasi kendaraan dengan berbagai macam tema dan model. Satu hal yang cukup menyebalkan bagiku adalah selalu di tunjuk untuk memakai pakaian adat. Dan dari tahun ketahun juga selalu kebagian PAKAIAN ADAT JAWA. Dasar SD negeri ndeso. Nggak kreatif. (Atau,.. haruskah ku salahkan wajahku yang katanya sangat "javanese" ini? Entahlah,...) Tapi diakhir sekolah dasar, ketika aku duduk di kelas enam aku merasa sangat bahagia ketika aku dipasangkan dengan cowok teman sekelasku yang aku suka. ( Najong nggak sih, kelas enam dah naksir cowok? Ehem,..ehem...)
Pas aku SMP, nah ini dia neh. Dasar ABG berat, yang katanya sedang mencari jati diri, aku mulai berani menolak kemauan guru yang ingin agar aku memakai pakaian adat jawa. ( Again?!"....Come on!...). Aku bilang, "Saya lebih baik jadi Gadis Sampul dari pada harus mengenakan pakaian adat Jawa". ( Huuuuuu,.....) Dan setelah melalui perundingan yang alot, debat kusir tentang siapa yang duduk disamping pak kusir yang sedang bekerja mengendarai kuda supaya baik jalannya, tuk tik tak tik tuk tik tak tik tuk ( lho kok jadi nyanyi?!....) Akhirnya guruku setuju dengan keinginanku. PAKAIAN PECINTA ALAM. Jreng,..jreng,..jreng,...
Aku yang gelo pada hari H bergaya habis-habisan sebagai anak pecinta alam. Bawa ransel gede, pakai jaket ( padahal harinya puanas banget ) pakai kacamata hitam, pake ikat kepala, bawa gitar (padahal sumpah mati aku nggak bisa nggitar), makan permen karet long bar,...lama-lama kok aku malah merasa mirip bandit ya dari pada mirip pecinta alamnya? hihihi.....(ketawa setan lagi)
Pas aku SMA sama sekali tidak ada kenangan yang tersisa. Karena kalau aku nggak salah karnaval sudah tidak diadakan lagi. Atau mungkin aku yang sudah kelewat berani menentang kemauan guru dan memutuskan untuk tidak terlibat sama sekali dengan acara 17 agustusan. Aku tidak terlalu ingat. Halo teman-teman SMA ku,...ada yang bisa menyegarkan ingatanku. Tolong bantu aku ya,....