Gereja Kristen Jawa atau GKJ Joyodiningratan dan Masjid Al Hikmah di kota Solo, Jawa Tengah, sejak 60 tahun lalu berdiri berdampingan. Umat dari dua tempat ibadah itu hidup saling berdampingan. Bahkan, gereja dan masjid ini menggunakan alamat yang sama, yakni Jalan Gatot Subroto 222, Kampung Joyodiningratan, Kratonan, Serengan, Solo. ( Kompas, Selasa, 18 Desember 2007 )
Seminggu yang lalu aku sibuk mencari white dress dan topi santa untuk perayaan natal di sekolah anakku. Salah seorang teman dekat suamiku bahkan terheran-heran dan berkali-kali meyakinkan dirinya, “Kamu muslim, kan? Kok boleh sih anakmu ikutan Christmas Celebration?”…Bahkan Farah, seorang teman dekat adikku juga bertanya dengan penuh keheranan,” Masa sih ikutan Cristmas Celebration juga?” Dan yang paling repot adalah saat menjawab pertanyaan serupa yang terlontar dari kedua orang tuaku yang kebetulan sedang datang untuk mengunjungi cucunya. Wah,…
Untuk pertanyaan yang pertama yang datang dari mulut teman dekat suamiku, kami mencoba untuk memberikan jawaban yang sebenarnya. Bahwa pada saat bulan puasa, disaat buka puasa bersama, semua murid terlibat dalam acara. Murid-murid yang non Muslim juga ikut menyanyi nasyid dan berdoa (dengan cara masing-masing). Bahkan orang tua mereka ikut menyumbang baik dalam bentuk uang maupun barang. Semua sumbangan itu kemudian diserahkan ke panti asuhan Islam.
Jika tiba saatnya Natal, hal yang sebaliknya juga dilakukan oleh murid-murid yang non Christian. Mereka ikut bernyanyi dan juga berdoa (juga dengan cara masing-masing tentunya). Semua ikut mengisi acara. Islam, Kristen, Katolik, Budha, Hindu. Semua. Perbedaan itu tidak menjadi halangan untuk kegembiraan masa anak-anak. Kami, orang tua yang hadir juga ikut merasakan indahnya persaudaraan itu. Adalah saat yang tepat untuk membangun harmoni dan saling menghargai sejak masa anak-anak.
Pertanyaan dari Farah, sahabat adikku, lebih mudah lagi untuk menjawabnya. Mengapa? Karena orang tuanya selalu ikut berkurban di hari raya Idul Adha. Mereka Katolik taat. Tapi sejak dulu, bahkan sejak Farah belum lahir, mereka tidak pernah absent untuk menyumbangkan seekor sapi untuk masjid dilingkungan tempat tinggalnya. Bayangkan, jika kita berkurban untuk seekor sapi saja harus patungan 6 atau 7 orang, dia menyumbang seekor sapi sendirian, tanpa tendensi apa-apa. Jauh dilubuk hatiku, terus terang aku juga merasa agak malu. Jadi,..
Untuk menjawab pertanyaan dari orang tuaku, aku katakan bahwa sudah aku bekali mereka dengan dasar agama Islam, belajar melakukan shalat 5 waktu, mendatangkan guru mengaji ke rumah dan aku ingin dunia yang lebih aman dan damai nantinya.Jika dari sekarang mereka menyadari adanya perbedaan dan bisa menghargai perbedaan itu, maka nanti, 20 tahun yang akan datang, mudah-mudahan tidak akan ada lagi kebencian yang bisa menyulut peperangan. Semuanya bisa hidup dengan rukun dan damai.
Benayu : Rukun itu apa sih, mam?
Kengie : Lagu yang dinyanyiin Alam penyanyi dangdut itu ya mam ?
Mami : Itu dukun…
Kengie : Buah yang kayak nangka, tapi bulet dan enak kalo di goreng?
Mami : Itu sukun...
Kengie : Oh, ya…aku tau, kalo udah tua, terus suka lupa?...
Mami : Itu pikun…
Benayu : Mam,….kapan salju turun di rumah kita?
Kengie & Mami : “@?!!*....
No comments:
Post a Comment