Sunday, February 24, 2008

Drummer-tophia

Aku heran dengan alarm di tubuhku yang selalu berdentang setiap pukul setengah 6 pagi. Tidur jam 9 malam bangun jam setengah 6 pagi. Tidur jam 12 malam bangun jam setengah 6 pagi juga. Tidur jam 2 malam (jangan ngeres dulu, biasanya begadang nonton dvd serial , atau… dvd bajakan, nah ini baru boleh ngeres) bangunnya lagi-lagi jam setengah 6 pagi. Pokoknya tidur jam berapapun bangunnya pasti jam setengah 6 pagi. Kecuali kalo aku sakit ya. Mungkin aku akan di tempat tidur seharian. Tapi di hari-hari biasa maupun di hari libur aku selalu bangun pagi. Disamping alarm di tubuh sudah memberi komando untuk segera bangkit (bangkit dari kubur kalee...), aku juga tidak tahan kalau bangun matahari sudah tinggi. Biasanya kepala pusing, mual, dan keringat dingin. Persis kayak orang mau pingsan. Ih,…rasanya nggak enak banget.
Seperti sabtu pagi ini, aku tetap menjadi orang yang bangun paling pagi. Rutinitas mematikan semua lampu yang masih menyala, membuka semua pintu dan gorden yang menutupi jendela, membuka gembok pagar, mengambil koran, mengeluarkan “Saleem” si kucing kampung jelek kesayangan keluarga dari kandangnya, memberi makan dan minumnya termasuk menanyakan “mimpi apa tadi malam Saleem sayang?....”(alamak..)
Tapi satu hal yang paling aku sukai dihari libur adalah membaca koran dengan santai ditemani secangkir kopi susu. Sayang pagi ini aku harus kehilangan kesempatan untuk menikmati semua itu karena harus membawa mobil ke bengkel untuk di servis. Aku sengaja booking paling pagi agar bisa pulang sebelum anggota keluarga bangun dan mulai menjerit-jerit minta sarapan. Perkiraanku di bengkel akan memakan waktu selama 1,5 jam tepat. Aku sampai di rumah tepat pada saat mereka telah bangun dan selesai mandi dan pastinya minta sarapan.
Bosan dengan urusan rumah yang nggak ada habisnya maka pada saat sarapan aku mengemukan gagasan untuk menonton pertunjukan “ Gilang Ramadhan” sore ini di Mall dekat rumah. Semua setuju karena akhir-akhir ini “drum” menjadi topik yang paling di perbincangkan di rumah ini. Berawal dari keinginan dede’ Benayu yang ingin belajar drum dan berujung pada kursus drum. Lalu si papi yang tidak kalah antusiasnya membelikan buku dan vcd tentang drum. Sampai pada kegiatan melihat-lihat perangkat drum dan mulai membanding-bandingkan harganya. Hingga hari ini aku berhasil menahan keinginan mereka untuk membeli drum. Tapi aku tidak yakin ini akan bertahan lama. Membayangkan ada drum di dalam rumah saja ( yang pasti memakan ruang agak banyak ) kepalaku sudah pusing. Apalagi membayangkan suara gedebag-gedebug, ces-ces…preeeng….Aduh kepalaku rasanya cenut-cenut.
Sore kita berangkat dengan terburu-buru ke Mall dan langsung ambil posisi persis di depan panggung. Masih sepi karena para crew sedang mempersiapkan sound system. Yang lari-lari di panggung malah anak-anaknya Gilang. Yee...tau begini tadi nggak perlu berangkat cepet-cepet.Ternyata Gilang nggak main sendirian. Tapi main bareng Band-nya "Neira". Permainan dimulai tepat pada waktunya. Dan ajaibnya makhluk yang kecil-kecil yang tadi pada lari-larian di atas panggung, langsung duduk manis di pojokan panggung. Gilang emang mainnya keren banget. Ck...ck...ck....Beda banget emang orang yang sekolah musik ama yang enggak.Beberapa kali dia ber”jam session” dengan pemain gendang. Semua penuh dengan improvisasi. Dan tau nggak kalau selama menonton pertunjukan aku mungkin orang yang paling histeris dan paling norak. Mulai dari komentar … “ternyata gilang aslinya cakep ya, pi….” ( kalimat ini ada sekitar 5 kali aku ucapin.) Ikut-ikutan nyanyi, goyang-goyang kepala, sampai tepuk tangan paling keras. Si kakak bilang gini, “ Mom,…you’re totally embarashing…!” Uh,..nyebelinkan. Si dede' kayak biasa, cuek. Tapi dia paling sebel kalau aku ikutan nyanyi. Pasti dia buru-buru membekap mulutku. Sambil pandangannya nggak pernah lepas pada sang drummer. Dia melototin gilang abis-abisan. That’s means she really serious about the percussion things. Oh, girl..
Pas satu jam permainan berakhir. Nggak ada bonus. Kita bubaran deh. Anyway busway noway,seperti biasa mampir lagi ke MG di Gramedia, lihat-lihat drum. ( Not again,…) membandingkan harga dan ( lagi-lagi ) memutuskan untuk tidak akan beli dulu sampai dede' Benayu bilang perlu drum. Good point!
Lalu kita berandai-andai, kalau adek bisa nge-drum, kakak yang main piano, dan papi yang main gitar, kita bisa punya “band” dong. “Trus mami gimana? Jadi vocalist aja ya?” ( nawarin diri…) “Jangan,..jangan sampai itu terjadi mi,...bisa-bisa sound system-nya meledak semua !..(semua menolak mentah-mentah)

No comments: