Sunday, February 24, 2008

Destination : Malang

"Mau ikut ke Malang, nggak?" Pertanyaan yang nakal dan sangat menggoda itu benar-benar menggangguku. Ya mau dong...Malang gitu loch,...Dan aku pikir aku memang layak untuk mendapat liburan akhir pekan ini karena,..ya..aku pikir karena aku layak aja. Nah lo,.bingung kan?
Untuk tempat menginap aku sengaja memilih Hotel Tugu yang konon merupakan salah satu hotel yang paling eksotis di Indonesia. Yang ternyata belakangan setelah aku check-in aku baru tau bukan paling eksotis di Indonesia tapi di dunia. Hotel Tugu Bali termasuk dalam daftar 101 Most Beautiful Hotel in the World dari sebuah majalah Travel and Leisure terbitan Perancis. Bahkan Hotel Tugu juga disejajarkan dengan sebuah hotel indah di Swiss (duh,..aku lupa namanya. Pokoknya ..bla..bla..House Hotel, St.Moritz, Switzerland) Meskipun aku di Hotel Tugu Malang tetapi standarnya tetap sama dengan Hotel Tugu Bali. Bedanya di Bali ada cottages-nya karena terletak di Canggu Beach.
Dari awal kedatangan kita sudah dapat merasakan kehangatan suasana yang ditandai dengan keramah-tamahan seluruh karyawan hotel dan sambutan berupa minuman selamat datang, sekeranjang kecil buah segar, sebuah buket rangkaian bunga segar dengan ucapan selamat datang yang khusus ditandatangani oleh manajer yang saat itu sedang bertugas. Harumnya taburan bunga sedap malam dikamar yang semua kemasan toiletries dan stationeries menggunakan kertas daur ulang membuat suasana terasa sangat rileks. Serta pijat gratis untuk pasangan suami istri selama 30 menit cukup melemaskan otot-otot yang kaku setelah penerbangan dari Jakarta.
Hari pertama kedatangan kami sengaja memutuskan untuk makan siang di hotel karena anak-anak belum ingin jalan-jalan. Katanya masih capek dan agak ngantuk. Penerbangan jam 7 pagi memang memaksa kita untuk bangun pagi karena jam 6 sudah harus check-in pesawat yang berarti jam 5 sudah harus berangkat ke bandara dan itu juga berarti jam 4 sudah harus mandi dan bersiap-siap.
Melati Pavilion adalah restoran yang romantis disisi kolam renang hotel yang sangat terasa atmosfir Malang-nya. Kami memutuskan untuk makan siang disini. Interiornya sanggat anggun. Seluruh meja dihiasi dengan "lagi-lagi" bunga segar, peralatan makan sendok dan garpu terbuat dari kuningan, piring makan terbuat dari kayu, dan pelayan yang menggunakan pakaian tradisional khas Malang. Si bungsuku sempat bertanya, "Why every waiter wearing skirt, mom?" Tapi aku terangkan kepadanya itu bukan rok melainkan "jarik" yaitu kain panjang yang merupakan pakaian tradisional Jawa yang dapat dikenakan baik oleh laki-laki maupun perempuan. Lalu dia manggut-manggut. Entah mengerti entah masih bingung.
Untuk kita yang senang memanjakan lidah, Hotel Tugu menyediakan beberapa tempat "dining" yang benar-benar istimewa. Mulai dari Melati Pavilion yang menyajikan makanan Jawa, China hingga Western. Lalu ada L'Amour Fou yang romantis dengan dengan "open dining space under stars" dan dikelilingi pohon-pohon palem serta sajian makan Perancis dan Italy, ice cream, home brewed kopi (yang menurutku lebih top dibanding Starbucks) serta pertunjukan live music. Lalu ada Silk Road Pavilion sebagai private dining rooms. Lalu ada The Sugar Baron "Oei Tiong Ham" tempat makan eksklusif beserta meeting room yang didedikasikan untuk mengenang Raja Gula Oei Tiong Ham the richest men in Asia di awal abad ke 20. Ia juga terkenal sebagai kolektor barang antik pada masa itu. Lalu ada Bar Warung Shanghai 1920 yang merupakan replika dari Warung Shanghai di pelabuhan Batavia di tahun 1920. Lalu ada Tugu Tea House yang terletak dilantai 2 menghadap ke teras balkon yang menyuguhkan minuman tradisional, teh, kopi dan jajanan pasar. Dan ini gratis bo'.
Lucunya sore itu kita sempat ngopi dulu di Warung Shanghai lalu pada saat membayar kita ditanya apakah sudah ke tea house yang di lantai 2 karena disana disediakan untuk tamu yang menginap minuman berupa teh atau kopi berikut makanan kecil. O...alah rek...Mbok yo ngomong dari tadi toh mas,..mas..! Tapi untuk memuaskan rasa penasaran kita kesana juga. Tambah secangkir kopi lagi kayaknya juga nggak bakalan over caffein deh. Tapi yang repot kok malah jadi tambah pisang rebus, kacang rebus, kue lumpur, lemper, risoles,..lho..lho...kok jadi kalap gitu ya? Padahal sudah dekat ke jam makan malam.
Daripada duduk di Tea House dan nggak berhenti ngemil kita akhirnya memutuskan untuk Hotel Tour. Kita diperbolehkan berkeliling hotel untuk melihat koleksi barang antiknya. Jika menginginkan "tour guide" hotel juga menyediakannya. Tapi kita memilih untuk jalan sendiri. Mulai deh keluarga freaky berkeliaran. Berawal dari lorong Tirta Gangga yang diwarnai gemericik suara air dan diprasastinya tertulis diresmikan oleh Ibu Megawati, kami pun berjalan pelan memasuki ruangan demi ruangan. Suasana magis terasa sangat kental diseluruh ruangan. Taburan bunga segar di mana-mana seolah memperkuat unsur sesajen,koleksi barang-barang antik, patung-patung, arca-arca kuno, cahaya yang remang-remang, dan suasana yang sangat hening, membuat anak-anakku mulai gelisah. Terutama sisulung yang agak penakut.
Sedikit cerita tentang si sulung, dulu ketika masih balita dia sering melihat hal-hal yang "aneh". Paling sering jika kita menginap di hotel. Yang paling aku ingat kejadian pada saat ia berusia 2 tahun di Hotel Sahid Raya Solo. Karena kami menempuh perjalanan dari Jakarta menggunakan kendaraan pribadi maka kami sampai di Solo pada saat tengah malam. Setelah check-in kita diantar ke kamar. Kita yang kelelahan ingin secepatnya tidur. Tapi diatas tempat tidur anakku gelisah terus. Ketika aku tanyakan kenapa eh,...dia malah menjawab, "Di sofa itu ada yang duduk dan dia ngeliatin kesini terus. Aku jadi takut mam." HWAAAA...aku langsung mencelat dari tempat tidur. Saat itu juga aku minta ganti kamar dan ganti lantai juga. Pokoknya nggak mau.
Dan biasanya jika melihat "something" gitu nggak lama kemudian badannya akan panas atau demam. Ada lagi kejadian saat dia berumur 3 tahun. Karena saat itu aku sedang hamil anak yang kedua maka si kakak mulai aku ajari untuk tidur terpisah. Aku menyediakan untuknya kamar sendiri dilantai atas. Di hari kedua tiba-tiba dia panas tapi tetap masih tetap ceria, tidak seperti anak yang sedang sakit. Aku mulai curiga. Malamnya kuajak lagi dia untuk tidur dikamarnya. Tapi dia menolak. Lalu aku tanyakan mengapa dia tidak mau lagi tidur dikamarnya padahal semua bonekanya kan sudah menunggu kedatangannya. Lalu diapun menjawab, "Kemaren ada yang masuk liatin aku mam. Matanya terang banget. Aku dah tutup muka pake bantal tapi waktu aku liat lagi dia masih berdiri dan ngeliatin ke aku terus.." Halah,...
Ya udah,..kembali ke laptop,..hehehe...Sehubungan dengan suasanan yang sedikit mendirikan bulu roma itu maka dalam hati aku juga bertanya apa memang suasananya yang magis, atau karena udah sore menjelang magrib atau karena enggak ada orang lain disekeliling, atau apa ya? Tapi yang jelas di sana ada patung Syiwa yang konon berusia 1000 tahun bahkan ada patung Kebo apa gitu (lupa lagi,..maklum dah tua..) yang berusia 1500 tahun. Menurut cerita pesawat yang dinaiki sipemilik hampir celaka pada saat membawa patung itu dari Lombok. Hi,...
Diruangan lain terpajang koleksi barang-barang antik berupa peralatan makan dari perak dan kuningan, keramik-keramik antik, kristal-kristal dan furnitur berusia ratusan tahun. Dalam hati aku sibuk menerka-nerka semua koleksi ini kira-kira berapa ya nilai nominalnya? Pasti milyaran. Tapi kalo dihitung nilai historisnya, pasti tak ternilai.
Suasanan hati anak-anak berubah ceria ketika kita sampai di L'Amour Fou. Taman terbuka yang teduh dengan panggung yang luas. Ditengah panggung berdiri dengan anggun sebuah grand piano. Dan tidak jauh dari piano seperangkat peralatan band juga tersedia. Si kakak bahkan memainkan beberapa lagu sederhana di piano itu. Sementara di adek seperti pada umumnya anak umur 6 tahun sibuk berlarian kesana kemari. Naik dan turun panggung berkali-kali. Kadang dia bertingkah seolah-olah penyanyi yang sedang membawakan lagu. Idih...
Tanpa terasa tiba saatnya makan malam. Kami memilih untuk dinner di restoran tertua di kota Malang. Namanya Toko Oen. Meskipun disebut toko karena menjual beberapa jenis kue dan bakeri tapi tempat ini sebenarnya adalah retoran. Bangunan khas kolonial dengan plafon yang tinggi, pintu yang lebar-lebar dan jendela kaca dengan teralis yang modelnya sangat kuno. Meja dan kursinya juga antik. Toko Oen berdiri sejak tahun 1930. Berarti sudah berumur 77 tahun. Kebanyakan turis asing juga mampir kesini. Bahkan hari Jum'at merupakan hari khusus untuk turis Belanda. Menu yang ditawarkan juga kebanyakan berbahasa Belanda. Steak dengan saus yang sangat spesial karena resepnya diwariskan secara turun menurun merupakan menu andalan mereka. Kami sempat bertanya kepada kepala pelayan sudah berapa lama dia bekerja dan dia menjawab sudah 21 tahun. Tapi menurutnya itu belum seberapa dibanding dengan kepala koki yang telah bertugas selama hampir 32 tahun. Wow...
Karena keesokan hari kami berencana untuk jalan-jalan ke kebun Apel, maka sehabis makan malam kami segera kembali ke hotel. Dan sebuah kejutan lagi ketika kembali ke kamar semua telah tertata rapi. Selama ini jika menginap yang aku tau kamar dibersihkan pada pagi hari saja. Tapi ini berbeda. Selembar kertas bergambar seekor kuda dan sang kusir yang tertidur pulas di dalam dokarnya diletakkan diatas ranjang. Ternyata lembaran itu adalah sebuah puisi indah pengantar tidur. Very touching...
Bangun pagi keesokan hari semua merasa segar. Tidur pulas semalaman telah menghilangkan semua rasa lelah. Sebenarnya untuk acara di pagi hari hotel juga menyediakan kegiatan yang tidak kalah mengasyikkan. Ada kursus merangkai bunga segar. Dengan membayar 150 ribu kita akan diajak ke pasar bunga tradisional untuk berbelanja bunga lalu kita akan diajari cara merangkai bunga segar. Bunga hasil rangkaian ini nantinya akan ditaruh di meja untuk sarapan dan sebuah buket bunga segar juga akan menjadi milik kita
Ada juga kursus memasak singkat. Dengan membayar 450 ribu kita akan diajak berbelanja di pasar tradisional dan kemudian bahan-bahan itu nantinya akan diolah menjadi panganan dan kue-kue tradisional yang akan dihidangkan pada saat minum teh di Tea House. Sebagian dari kue-kue juga dapat kita bawa pulang jika kita menginginkannya.
Yang terakhir dan yang paling mahal adalah kursus membuat jamu dan ramuan tradisional seperti aroma terapi. Dengan membayar 750 ribu kita akan diajak ke pasar tradisional untuk berbelanja bahan-bahan yang diperlukan. Lalu kita akan diajari cara membuat beraas kencur, kunyit asem dan aroma terapi. Sebagian dari hasil karya kita dapat dibawa pulang sedangkan sebagian lagi dapat digunakan di Apsara Spa.
Pagi ini sehabis sarapan kami harus bergegas karena cuaca Malang diakhir tahun sering diguyur hujan. Terutama daerah Batu yang menjadi destinasi kita selanjutnya. Oh ya,..disini kalo kita menyebut Batu orang tidak terlalu mengerti. Jadi mengucapkannya harus pakai m didepannya. Jadi mBatu. Baru mereka mengerti. Kalo mengucapkan Batu yang ada kita bisa-bisa diberi batu kerikil. hihihi..Jadi inget ya,...mBatu. Bukan Batu. Lalu kamipun segera berangkat dengan menggunakan mobil cateran(lho..kok kayak anak sekolah?!) ke daerah mBatu.
Sesampainya disana ternyata Pak Sopir mengantarkan kami kesebuah arena bermain bernama Jawa Timur Park. Karena berada di ketinggian tempatnya persis kayak di Genting Highland. Termasuk fasilitas indoor theme park dan outdoor theme park. Bedanya kalo di Genting ada banyak hotel dan bisa judi. Disini nggak. Jadi ingat waktu jalan-jalan ke Mallaca yang rasanya ketinggalan jauh di bandingkan disini. Kalau Mallaca berani mengklaim dirinya sebagai kota tua dan bersejarah, aku rasa Malang lebih layak menyadangnya. Di Jatim Park ada miniatur tiap propinsi berikut kulturnya. Bahkan ada rumah sains berikut percobaan-percobaan sederhana. Beberapa hasil penelitian ilmiah dari universitas di Malang (seperti:Unibraw, muhammadiyah,dll) diperagakan disini. Juga ada miniatur candi-candi yang ada disekitar daerah Jawa Timur, miniatur diorama kehidupan pra-sejarah hingga kolonial, wahana bermain seperti di Dufan Ancol, water park, rumah hantu, pokoknnya banyak lagi deh. Dan tolong ya,..ternyata Malaysia itu nggak ada apa-apanya. Di Indonesia malah lebih bagus. Cuma kurang promosi saja. Kalo ngebanding-bandingin negara kita ama negara lain kenapa aku jadi emosional gini ya? Tapi emang iya kok. Tiap aku jalan-jalan ke negeri orang, sumpah Indonesia lebih bagus, cuma (nah ini yang nggak enak) cuma nggak ada yang ngurus aja.Pemerintah bener-bener nggak mau tau ama potensi dan heritages yang kita punya. Dapipada terus kesel dan ngedumel mendingan kekebun apel aja kale.
Kusuma Agrowisata adalah destinasi selanjutnya. Selain agrowisata disini juga tersedia Kusuma Hotel dan Cottages. Sesampainya di lobi kita disambut oleh beberapa petugas agrowisata. Dan lagi-lagi ada dokumentasi Bu Megawati. Fotonya mejeng dimana-mana. Ada fotonya lagi memetik apel, trus fotonya lagi makan apel, trus fotonya lagi bermetamorfosis menjadi buah apel. Hehehe...nggak ding. Yang terakhir cuma becanda. Bosen ah...Megawati terus dimana-mana.
Tiket masuk tersedia dalam dalam berbagai macam paket. Ada yang cuma memetik apel saja. Ada yang memetik apel plus roti bakar. Ada juga yang memetik apel plus makan siang. Tapi untuk memetik apelnya dibatasi satu orang hanya boleh memetik maksimal 2 buah apel saja. Yee...pelit amat. Karena kita sudah makan siang akhirnya memutuskan untuk memilih paket memetik apel plus roti bakar. Harganya hanya rp.23.000,- per orang. Dan karena malas berjalan kaki mengelilingi kebun apel kami memilih untuk membeli tiket mobil keliling seharga rp.7500,- per orang. Pada saat akan menaiki mobil masing-masing diberi minuman sari apel dalam kemasan. Lalu mobil pun berjalan pelan-pelan mengelilingi kebun apel. Tidak lama kemudian mobil berhenti di sebuah kavling yang khusus untuk memetik apel. Ternyata tidak bisa memetik di sembarangan tempat lho. Dan secara perlahan namun pasti naluri kemonyetanku pun timbul. Pohon-pohon apel itu seolah-olah berbilsik kepadaku, "panjatlah aku inge,..ayo...panjatlah aku..." Akhirnya ya aku manjat deh.
Setelah berhasil mendapatkan 8 buah apel yang kecil-kecil,hihihi..abis yang besar-besar udah diambil orang duluan kali ya, kami kembali menaiki mobil untuk diantar ketempat peristirahatan. Disini kami diberikan segelas besar jus apel segar berikut roti bakarnya. Mau tau roti bakarnya diisi apa?....Selai apel! Ampun DJ. Satu bulan kedepan aku bersumpah untuk tidak makan apel.
Ternyata pergunjingan tentang hujan yang turun setiap siang menjelang sore bukan isapan jempol belaka. Jam setengah 3 hujan turun rintik-rintik. Makin lama makin deras. Setelah membeli oleh-oleh berupa kripik apel, selai apel, cuka apel dan yang terakhir jenang apel, kami segera berlarian menuju ke mobil cateran. Dengan nafas yang masih ngos-ngosan aku memberi perintah kepada pak sopir, "Cepat pak,...tancap gas,... lima menit lagi saya masih ngeliat apel entah itu tulisan atau apalah yang berbau apel, saya bisa pingsan pak..!"
Eh,...Yang ada si pak sopir malah ngeledek sambil nyanyi,..."Lima menit lagi,...ah...ah...lima menit lagi,...dia mau datang kerumahku...." dan mengalunlah lagu dangdut itu. Entah karena suaranya yang merdu dan mendayu-dayu atau apa yang jelas lima menit kemudian anak-anakku udah pada pingsan alias ngorok karena kecapean. Berarti destinasi selanjutnya Museum Brawijaya batal. Langsung pulang ke hotel.
Keesokan paginya tanpa terasa 2 hari telah berlalu. Berarti harus berpisah dengan Hotel Tugu. Ah,...lagi-lagi Hotel Tugu. Tapi berani sumpah demi cicak yang nemplok didinding tulisan ini dibuat dari lubuk hati yang paling dalam. Tidak ada niat untuk ngelamar jadi staff marketing hotel Tugu. Beneran...Dan sebelum ke bandara kita sempetin mampir dulu ke museum Brawijaya alias museum Angkatan Darat. Yah,..anggap aja pamitan ama tetua. Hehehe,...
So... saatnya kembali ke Jakarta lagi,..kerja lagi...cari duit lagi,...trus pergi jalan-jalan lagi,...kikikikik......

No comments: