Ada yang tidak biasa pada Hari Raya Qurban kali ini. Ketidak biasaan itu adalah tidak adanya sapi dalam daftar pemotongan hewan kurban. Yang di Qurban kan hanyalah kambing. Hal ini bukan karena tidak kebagian sapi atau karena takut sapi gelonggong. Tapi karena tidak terkumpulnya dana yang memadai untuk membeli sapi. Aha,…something unusual happening here! Bertahun-tahun tidak pernah ada kejadian seperti ini.
Kaum muslim di perumahan tempat ku tinggal, umumnya bergabung dalam komunitas yang bernama PMGS ( Perkumpulan Muslim Gading Serpong ). Perkumpulan ini merupakan satu-satunya wadah yang menaungi para muslim yang tinggal di Gading Serpong yang kebetulan jumlahnya tidak terlalu banyak. Kegiatannya berupa pengajian setiap satu bulan sekali dan diadakan secara bergiliran dari rumah ke rumah. Dengan ini diharapkan persaudaraan diantara kaum muslim semakin erat.
Ketika jumlah anggotanya semakin banyak, maka ibu-ibunya sepakat mendirikan Persatuan Ibu-ibu Muslim Gading Serpong ( PIMGS ) yang kegiatannya berupa arisan dan tahun-tahun terakhir mengadakan pengajian pagi setiap hari selasa. Dulu aku juga termasuk anggota arisan. Tapi sejak tiga tahun terakhir ketika kegiatanku semakin padat aku sudah tidak aktif lagi. Sehingga aku tidak tahu perkembangan terakhir seperti apa.
Tapi kalau aku boleh jujur sebenarnya alasan tidak punya waktu bukanlah yang utama. Arisan selalu diadakan dihari sabtu atau minggu yang memungkinkan aku untuk hadir. Tapi aku terlanjur tidak menyukai atmosfer di arisan itu. Karena aku merasakan gap-gap yang tidak pantas ada untuk suatu perkumpulan yang mengatasnamakan “ukuwah islamiyah”. Dimana ibu-ibu yang merasa dirinya lebih dibandingkan dengan yang lain meng-eklusif-kan dirinya. Mereka selalu bersuara paling vocal, mendominasi disetiap situasi, dan merasa paling hebat disemua bidang. Untuk ini aku masih dapat menerima.
Tapi ketika mereka mulai memilih-milih, seperti hadir ke acara arisan yang rumahnya besar atau terlihat kaya, dan tidak hadir ke rumah yang lebih kecil dan sempit, aku mulai berontak. Aku tidak bisa berada diantara orang-orang picik ini. Aku masih ingat sorot mata tuan rumah yang kecewa, yang telah mempersiapkan segalanya tapi ternyata tidak ada artinya. Dan sejak itu aku jadi malas datang ke arisan karena aku merasa berada diantara para hipokrit.
Dan tahun lalu merupakan klimaks dari perseteruanku dengan mereka. Jika sebelumnya aku memilih diam karena tidak kecocokan tapi kali ini aku memperlihatkan ketidak sukaan ku terhadap tindak-tanduk mereka. Kejadiannya berawal dari keinginan PIMGS untuk mengadakan bakti sosial berupa pengobatan gratis dan penjualan sembako murah dengan mempergunakan kupon. Dan setiap anggota diminta kesediaannya untuk menyumbang. Sumbangan berupa uang senilai paket sembako rp 50 ribu, yang nantinya akan di jual 1/2 harga pada kaum duafa, yaitu seharga rp 25 ribu. Kita boleh menyumbang sesuai kelipatan harga sembako.
Pada awalnya mereka menjanjikan setiap petugas keamanan akan mendapatkan jatah kupon. Tetapi ketika h-2 mereka membatalkannya karena keterbatasan dana. Sebagian dana mesti alokasikan untuk penyediaan konsumsi bagi cagub yang berkenan hadir pada acara pembukaan. Kala itu Hajjah Atut masih menjadi pejabat Gubernur Banten. ( tapi saat ini dia sudah menjadi Gubernur Banten ) sedang mencalonkan diri dan sedang gencar-gencarnya berkampanye. Mendengar itu aku sangat kecewa. Malam itu juga aku datang dan ingin klarifikasi langsung dengan para pengurusnya. Beberapa percakapan yang masih lekat dalam ingatanku ;
Inge : “ Saya benar-benar tidak bisa menerima hal ini. Jatah orang miskin dipotong hanya karena ingin menjamu seorang calon gubernur.
Pengurus A : “Bukan menjamu Bu Agung. Tapi beliau berkenan untuk hadir. Bu Atut jadwalnya sangat padat lho. Ini merupakan suatu keberuntungan beliau sudi mampir ke tempat kita dan meresmikan acara Baksos ini.
Inge : “ Tapi ini kan saatnya kampanye Bu, Saya tidak mau agama dijadikan kendaraan politik. Kalo kita mo nyumbang ya nyumbang, baksos ya baksos, tapi mohon tidak ada unsur politis disini. Kalo dia mau kampanye silahkan ketempat lain. Dan tulis jelas-jelas di spanduknya tulisan “KAMPANYE”. Jangan nebeng ama acara Baksos kita.
Pengurus B : “ Saya berani jamin dia tidak berkampanye kok bu Agung. Paling lama dia cuma 30 menit disana. Setelah acara beliau lansung pergi kok. Itu juga ntar kata asistennya kita di kasih kenang-kenangan berupa selendang”
Inge : “Duh,…( keseeel…banget ) Bu ,…kalo ngasih selendang itu juga termasuk sudah berpolitik praktis. ( Betapa butanya perempuan kita dengan politik aku benar-benar merasa gemas! )
Pengurus A : “Gini aja deh bu Agung. Kita sih semua sudah sepakat dengan ini. Terserah bu Agung aja. Kalo emang mau petugas keamanan blok ibu dapat jatah, ibu bayar saja sendiri…!”
Pengurus B :”Iya bu Agung, pokoknya ketentuannya seperti itu. Tidak ada jatah untuk petugas keamanan. Semua toh tidak ada yang protes.
Inge :” Ok, sekarang saya akan menambah bayar sesuai dengan jumlah petugas keamanan di blok saya tapi saya ingin agar barangnya dapat saya bawa malam ini juga.”
Pengurus A :” Tidak bisa bu Agung. Barang tidak bisa keluar sedikit-sedikit. Saya akan bawakan ibu kuponnya dan silahkan besok ditukarkan di tempat acara.”
Dengan penuh perasaan dongkol aku meninggalkan mereka dan malam itu menjadi malam terakhir persinggunganku dengan mereka, para pengurus persatuan muslim. Aku juga menyadari bahwa sejak malam itu aku telah di “black list” oleh mereka. Itu terbukti dengan tidak pernah lagi ada undangan arisan yang diantarkan kerumah. Dan setiap aku bertemu ibu-ibu di pasar atau di jalan, mereka pura-pura tidak melihat. Aku sendiri tidak tahu persis berita seperti apa yang telah beredar diantara mereka. Dan aku tidak terlalu memperdulikannya. Yang jelas aku merasa telah menyuarakan pendapatku. That's all.
Kembali ke Qurban yang sedikit itu tadi, ternyata aku menjadi paham akan penyebabnya. Ini semua terungkap ketika aku bertemu dengan pengurus Qurban yang membacakan akad untukku. Dia bercerita bahwa ini semua tidak terlepas dari perpecahaan antar anggota PMGS sendiri.
Blok 1b memisahkan diri dengan mengadakan pengajian sendiri. Tidak ingin bergabung dengan kaum muslim dari blok yang lain. Termasuk juga dalam hal Qurban. Mereka dimotori oleh Pak A, yang merupakan kader PKS ( Partai Keadilan Sejahtera ). Pak A ingin semua anggotanya adalah simpatisan PKS. Sedangkan dipihak lain, blok 1a, dimotori oleh Pak S yang merupakan kader PKB ( Partai Keadilan Bangsa ) yang juga ingin semua anggota agar menjadi simpatisan PKB. Jadi sekarang mereka berseberangan dan makin lama perbedaan itu makin meruncing hingga berbuntut perpecahan didalam tubuh PMGS. Ambisi politis tenyata menghancurkan paguyuban yang telah berdiri 10 tahun. Betapa ironisnya.
Alhasil,…acara sebesar hari raya qurban pun menjadi korban. Tidak ada yang mengurusi karena semua terlalu sibuk mengurusi dirinya dan partainya masing-masing.
Ini semua karena POLITIK. Jadi saudara-saudaraku, pelajaran moralnya adalah : Jangan pernah mencampurkan agama dengan politik!.
Jangan pernah sekalipun....
No comments:
Post a Comment