Saturday, March 22, 2008

Migrasi,..tapi nggak jadi..

# Entah apa ini namanya kalau bukan depresi mungkin frustasi #

Iseng-iseng mengajukan permohonan pada kedutaan Canada untuk job vacancy,...and u know what,...it's approved.

Masih berhubungan dengan kejadian sebulan yang lalu ketika keterkejutan melanda repulik Agung, antara setengah sadar setengah tidak sadar, iseng-iseng mengajukan permohonan untuk melamar pekerjaan lewat internet. Ternyata keisengan itu menuntut keseriusan. Permohonan dikabulkan dan sesegera mungkin harus menyerahkan semua aplikasi yang diperlukan. Akhirnya bingung sendiri kan?...Sukurin...!

Terus terang tawarannya cukup menggiurkan, bisa langsung membawa keluarga, dan yang paling penting aku juga sebagai pasangan diijinkan untuk bekerja di perusahaan yang sama. Berarti double income doooong...Asyik juga bisa meninggalkan Indonesia disaat semuanya serba semrawut begini ;Politik yang carut marut, ekonomi yang morat marit. Saat yang benar-benar tepat. Tapi,...tunggu dulu..Ternyata tidak semudah itu.

Aku masih punya Ipaabong yang saat ini sedang tumbuh-kembang. Bahkan balita-ku itu baru saja punya adik yang saat ini baru belajar merangkak. Aku tidak bisa lari begitu saja dari tanggung jawab moril ini . Dan jika aku kembali mengingat saat-saat merintis dulu, pahit dan getirnya,...tidak mungkin aku harus melepaskan Ipaabong begitu saja. Ipaabong bagiku terlalu berharga untuk dipertaruhkan. Begitu banyak yang telah aku untuk mendirikannya dan membuatnya seperti sekarang. Saat ini tidak ada yang lebih penting selain terus mempertahankan dan memperjuangkannya hingga tetes darah yang terakhir. Merdeka! (apaaaa...coba?)

Iseng-iseng, mari kita berandai-andai sejenak;

Kalau aku memutuskan untuk menerima tawaran ini maka:
1. Hidupkan akan lebih, katakanlah sedikit lebih mudah. Tidak adalagi urusan pusing diakhir bulan untuk urusan menggaji karyawan atau mengurusi tetek bengek dan bengek tetek (hus,...nggak boleh mesum...)urusan2 perusahaan dan karyawan. My life will so simple then.

2.Anak-anak bisa mendapat pendidikan dan wawasan yang lebih luas serta paradigma yang berbeda.

3.Tidak perlu pusing dengan kebijakan pemerintah yang plin-plan, inflasi hebat, dan aneka macam krisis mulai dari krisis listrik, krisis pangan, krisis minyak goreng, krisis kepercayaan,dll.

4.Hidup serba teratur dengan kepastian atas jaminan kesehatan, pendidikan, perumahan, jatah cuti hingga liburan tahunan.

Tapi, walau bagai mana pun:

1.Bagaimana dengan komitmenku untuk berbagi dengan sesama?. Terlepas dari keinginan mendapatkan keuntungan alias uang (hehehe,...)bukankah masih ada satu hal yang paling aku yakini dalam hidup ini yaitu; "Apalah artinya kita hidup kalau tidak memberikan manfaat bagi orang lain". Jadi kembali lagi ke tujuan hidup, bukankah kita sudah semestinya saling berbagi?...

2.Anak-anak telah cukup mendapatkan pendidikan yang baik dan mereka tumbuh dengan wawasan yang luas dan paradigmanya juga berbeda. Keputusanku untuk memilih sekolah yang menyediakan fasilitas dan kurikulum yang khusus aku anggap sebagai pilihan yang amat tepat. Mau apalagi?

3.Indonesia dengan segala kebobrokannya tetaplah negeri yang aku cinta. Seperti cintaku kepada Duri kota kecil yang bahkan tidak tercantum didalam peta Indonesia. Aku masih ingat ketika pergi berlibur ke suatu tempat pada saat winter semua terasa sangat menyakitkan. Mata berair, hidung mengeluarkan ingus tanpa disadari, bibir pecah-pecah, kulit retak-retak, hanya satu hal yang aku sukai; rambutku menjadi lurus, benar-benar lurus hingga aku sempat merasakan bagaimana rasanya punya rambut berponi. Saat itu aku benar-benar merindukan Indonesia dengan hangat sinar mataharinya. Jadi pilihan Canada sebagai tempat hidup seperti sebuah kesalahan karena disana termasuk Amerika Utara yang cuacanya cenderung lebih dingin. Dari 365 hari dalam setahun, mungkin setengahnya aku habiskan hanya untuk menangis karena rindu dengan matahari. Hu,...dasar wong ndeso Rangau...

4.Hidup serba teratur? Aku sendiri tidak yakin apakah aku masih sanggup mengikuti jadwal 7 to 5 karena telah bertahun-tahun aku menciptakan jadwalku sendiri. Yang pasti jadwalku sangat fleksibel dan aku bisa memutuskan untuk libur kapanpun aku mau. Untuk kesehatan bukankah aku sudah mengcovernya dengan asuransi. Perumahan? Aku sangat suka dengan rumahku yang sekarang dan tidak ada masalah sedikitpun dengan rumahku. Untuk cuti dan liburan? Hanya perlu sedikit...eh,..agak banyak ding...kerja keras. Semuanya hanya mungkin jika aku punya uang dan seperti biasanya,..uang hanya bisa didapatkan dengan kerja keras.

So,...kesimpulannya?
Bekerjalah lebih keras inge. Hadapi semua yang ada didepan mata. Dan syukurilah hidupmu yang sekarang.

Lari dari kenyataan adalah tindakan pengecut. Dan jika aku memilih untuk mengadu nasib dinegeri orang pada saat-saat seperti ini aku tidak ubahnya seperti seorang pengecut. Dan aku tidak sudi jika ada orang yang menyebutku sebagai pengecut.

Aku cinta...
Anda cinta...
Semua cinta...
(buatan.....)...INDONESIA......
....*kalau ada yang masih ingat jingle lagu ini, di era 80-an, untuk mencintai produk dalam negeri, yang sering ditayangkan TVRI...? ada yang ingat ?...*

3 comments:

Silvianty said...

Mba...kalo aku jadi mba Inge..judul tulisannya sekarang pasti "AKHIRNYA AKU MIGRASI" wakakakakaka. Yah mba Inge...kesempatan emas tuuuu. Tapi susah juga ya mba...karena mba inge udah punya tanggung jawab dimana jadi tempat orang cari makan hehehe. Tapi hebat ama komitmen mba Inge...memang begitulah seharusnya seorang pengusaha sejati.

Miss de Saire said...

Kalo aku bikin cerita "AKHIRNYA AKU MIGRASI", itu artinya aku dapet kerjaan di Dubai...sebagai TKW.. hehehe ya nggak lah, amit2 jabang bayi jangan sampe deeeeh ;p

Ingerosalina said...

Tuk Chipy: Itulah chip,..Ini bener-bener godaan. Mudah-mudahan aja keputusan yang diambil nggak salah. Nasib..oh...nasib....kemanakah gerangan engkau akan membawaku...?(najis sentimentil mode: On )

Tuk Soraya: Ya'...yang serius dikit napa sih?...Ni anak emang bener-bener sableng!