Percayakah anda jika pemandangan indah danau dan jejeran pohon pinus dikejauhan itu berada di kawasan Gading Serpong (sekarang lebih dikenal sebagai Summarecon Serpong)
Dan pemandangan indah itu bisa dinikmati dari restoran terapung yang berada diatas danau ini
Pemandangan yang cukup menakjubkan, bukan?..
Salah satu saung yang berada diatas air
Terkoneksi antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya
Tampak bagian depan dari pintu masuk kedalam restoran yang agak menjorok kebawah
Saung ini masih merupakan bagian dari restoran yang sama tapi terletak diseberang jalan dengan posisi yang agak lebih tinggiUntuk saung yang berada di bagian lahan yang lebih tinggi ini, konsepnya jauh berbeda
Sebagian dari interior saung
Jika sebelumnya air menjadi "center of view", disini malah perkebunanlah yang menjadi centre of view-nya
Lahan yang siap ditanami ini nantinya dijadikan tempat agrowisata dimana pengujung yang datang diperkenankan untuk membeli dan memetik langsung beberapa hasil kebun
Tampak dikejauhan para petani yang sedang bekerja
Tanaman kangkung yang siap panen
Bahkan tersedia nursery untuk aneka tanaman hias
Parcel yang bisa dijadikan sebagai oleh-oleh berisikan aneka hasil kebun yang langsung dipetik dari batangnya
Restoran ini bernama Bambu Kuning, itulah kenapa sebagian bangunan yang yang terbuat dari bambu dicat dengan warna kuning. Pemiliknya adalah seorang petani yang ulet karena meskipun sudah beberapa kali harus berpindah tempat (karena tergusur oleh pembangungan perumahan) tapi beliau tidak pernah menyerah. Selalu bisa untuk memulai lagi. Bahkan selalu lebih baik lagi dari yang sebelumnya. Sepanjang ingatanku restoran ini sudah tiga kali berganti tempat. Tentu saja aku ingat persis setiap proses pindahannya karena berpindah tempat berarti dia juga harus merubah semua alamat di kartu nama dan tampilan brosurnya, yang artinya dia harus berhubungan dengan percetakan langganannya, dan itu juga berarti dia berhubungan dengan ipaabong.
Setiap kali beliau pindah ketempat yang baru, beliau terpaksa harus memulai semuanya dari nol lagi. Mulai dari bangunan restoran dan saung-saungnya, hingga memulai lagi untuk menanam tanaman perkebunan dari awal. Dilahan yang sepertinya tidak terlalu subur itu, dengan kerja keras dan bersungguh-sungguh, beliau mampu merubahnya menjadi tambang uang. Bahkan beberapa kali beliau mendapat penghargaan dari pemerintah daerah. Tidak heran jika beberapa tahun terakhir ini beliau ditunjuk oleh teman-temannya sebagai ketua himpunan tani untuk wilayah dia tinggal. Semangat dan kerja keras inilah yang harus jadi teladan bagi kita. Dan bagiku, khususnya.
Lantas,..apakah ada hubungannya antara judul susahnya cari uang dengan proses memotret? Oh,..tentu...! Tentu saja proses memotret ini juga merupakan bagian dari proses untuk menghasilkan uang. Foto-foto yang aku hasilkan nantinya akan mengisi brosur-brosur yang akan dicetak.
Lantas?,...
Setelah 2 jam memotret tanpa henti, naik,...turun,...tiarap,...jongkok,..jinjit,..nahan napas,...berpanas-panas,... akhirnya aku diberi sebotol teh sosro dingin,...Alhamdulillah...!
Dan sebelum pulang,..dua buah pepaya yang sudah matang plus sekantong mentimun jadi buah tangan yang tidak akan terlupakan. Alhamdulillah...!
Meskipun aku merasa sangat kelelahan,..dan hanya dibayar dengan buah-buahan,..sekarang aku sadar, betapa susahnya cari uang!
Restoran ini bernama Bambu Kuning, itulah kenapa sebagian bangunan yang yang terbuat dari bambu dicat dengan warna kuning. Pemiliknya adalah seorang petani yang ulet karena meskipun sudah beberapa kali harus berpindah tempat (karena tergusur oleh pembangungan perumahan) tapi beliau tidak pernah menyerah. Selalu bisa untuk memulai lagi. Bahkan selalu lebih baik lagi dari yang sebelumnya. Sepanjang ingatanku restoran ini sudah tiga kali berganti tempat. Tentu saja aku ingat persis setiap proses pindahannya karena berpindah tempat berarti dia juga harus merubah semua alamat di kartu nama dan tampilan brosurnya, yang artinya dia harus berhubungan dengan percetakan langganannya, dan itu juga berarti dia berhubungan dengan ipaabong.
Setiap kali beliau pindah ketempat yang baru, beliau terpaksa harus memulai semuanya dari nol lagi. Mulai dari bangunan restoran dan saung-saungnya, hingga memulai lagi untuk menanam tanaman perkebunan dari awal. Dilahan yang sepertinya tidak terlalu subur itu, dengan kerja keras dan bersungguh-sungguh, beliau mampu merubahnya menjadi tambang uang. Bahkan beberapa kali beliau mendapat penghargaan dari pemerintah daerah. Tidak heran jika beberapa tahun terakhir ini beliau ditunjuk oleh teman-temannya sebagai ketua himpunan tani untuk wilayah dia tinggal. Semangat dan kerja keras inilah yang harus jadi teladan bagi kita. Dan bagiku, khususnya.
Lantas,..apakah ada hubungannya antara judul susahnya cari uang dengan proses memotret? Oh,..tentu...! Tentu saja proses memotret ini juga merupakan bagian dari proses untuk menghasilkan uang. Foto-foto yang aku hasilkan nantinya akan mengisi brosur-brosur yang akan dicetak.
Lantas?,...
Setelah 2 jam memotret tanpa henti, naik,...turun,...tiarap,...jongkok,..jinjit,..nahan napas,...berpanas-panas,... akhirnya aku diberi sebotol teh sosro dingin,...Alhamdulillah...!
Dan sebelum pulang,..dua buah pepaya yang sudah matang plus sekantong mentimun jadi buah tangan yang tidak akan terlupakan. Alhamdulillah...!
Meskipun aku merasa sangat kelelahan,..dan hanya dibayar dengan buah-buahan,..sekarang aku sadar, betapa susahnya cari uang!
2 comments:
Selamat menikmati uang hasil kerjanya ya bu...
iya, alhamdulilah ya,.. :D
Post a Comment