Tuesday, May 13, 2008

Dua teman baru...



Sepulang dari jalan-jalan berduaan saja dengan suami saatnya meluangkan waktu untuk keluarga. Karena mama kebetulan sedang datang berkunjung kami memutuskan untuk mengajaknya ke Masjid Kubah Mas..(again?!...)

Di luar dugaan ternyata pada hari minggu pengunjung begitu membludak. Luar biasa ramainya sehingga manusia sudah seperti cendol. Pokoknya minta ampyuuun…Tapi rasanya sayang untuk membatalkan kunjungan karena telah memasuki areal masjid. Jadi ya sutra lah…nikmati saja….

Kali ini cuaca agak mendung. Setelah melaksanakan shalat Dzuhur kami sengaja menunggu datangnya waktu Ashar.Berarti aku mempunyai banyak waktu untuk mengamati sekeliling. Mulai dari arsitektur masjid, desain interiornya hingga tikngkah laku orang-orang yang berada didalam masjid. Sebagian besar tidur-tiduran malah aku curiga mereka tidur beneran. Tapi tidak lama kemudian petugas pengawasnya datang dan menegur mereka satu persatu. Memang tidak sepantasnya kalau masjid sebagus itu dijadikan tempat ngaso atau tidur. Nanti kalau ngiler bagaimana? Dan bekas keringatnya kalau nempel bagaimana? Karpetnya kan jadi pada bau semua. Ih,…jadi jijay ngebayanginnya

Teropongku bergerak mengawasi orang-orang disekitarku. Jarak sekitar lima meter aku melihat sesuatu yang agak menarik perhatian. Seorang ibu sedang melaksanakan shalat sunnah dengan amat khusu’. Tapi yang menarik perhatianku bukan itu. Melainkan mukena yang digunakannya yang sudah sobek memanjang. Aku melihat kearah sajadah yang digunakannya, terlihat lusuh dan kumal. Kemudian pandanganku beralih pada tas yang dibawanya, sebuah tas plastik bening bekas bungkus entah sarung entah sprei dengan tali berwarna merah. Sangat sangat sederhana…..

Aku yakin seyakin-yakinnya pasti itulah mukena terbaik yang dia punya. Entah mengapa aku merasa seperti disentil oleh-Nya. Dengan jumlah mukena yang lebih dari cukup dengan aneka rupa dan warna mengapa aku masih melaksanakan shalat sekenanya. Artinya tergantung dengan keadaan. Jika aku sedang tergesa-gesa pasti aku melaksanakan shalat dengan secepat kilat dengan bacaaan yang sudah hafal diluar kepala. Jika aku mengantuk sekali aku akan mematikan alarm shalat subuh dan meng-cancel-nya agar berdering setengah jam kemudian. Jika aku kecapaian setelah seharian beraktifitas maka aku melaksanakan shalat Isya setelah aku tidur dulu barang satu atau dua jam sehabis makan malam. Aku benar-benar malu melihat kekhusu’an ibu itu dalam melaksanakan ibadahnya.

Kemudian lamunanku terputus oleh suara adzan. Setelah melaksanakan shalat berjamaah dan ditutup dengan mengucapkan salam aku pun berkemas-kemas.Seorang ibu paruh baya disebelahku berusaha untuk membuka percakapan denganku. Dia bertanya apakah benar pemilik masjid ini seorang perempuan. Aku membenarkannya. Kemudian dia bertanya lagi untuk membangun masjid semegah itu kira-kira uangnya berapa banyak. Dan aku jawab pasti sangatlah banyak, saking banyaknya susah bagiku untuk menerangkan kepada ibu itu. Pokoknya intinya banyak sekali. Titik.
Lalu dia lagi-lagi berdecak kagum dengan senyum yang tidak henti-henti menghiasi wajahnya. Kemudian dia bertanya lagi padaku apakah aku naik mobil besar. Awalnya aku kurang mengerti dengan maksudnya. Tapi kemudian aku paham yang dimaksud dengan mobil besar itu bis. Aku jawab kalau aku menggunakan mobil pribadi.
Aku langsung merasa benar-benar terharu melihat matanya yang berbinar-binar itu. Kelihatan dia sangat bahagia. Bahagia karena telah menjejakkan kakinya di masjid yang menurut dia menyerupai Masjidil Haram. Dan bagi mereka datang ke masjid ini tak ubahnya seperti datang ke replika tanah suci Mekkah. Jika angan-angan untuk melaksanakan ibadah haji terasa begitu tinggi dan nyaris tak tercapai maka menjejakkan kaki di masjid ini sudah cukup mengobati kerinduan itu. Aku benar-benar disentil lebih keras lagi kali ini. Bahwa bahagia tidak perlu kita cari kemana-mana karena sesungguhnya bahagia itu ada dimana-mana. Dan jika sebelumnya aku mengeluhkan tidak punya teman, itu salah besar. Karena sesungguhnya teman itu ada dimana-mana. Seperti hari ini tanpa aku duga aku mendapatkan seorang teman yang tulus mengajariku tentang makna kebahagian yang sesungguhnya.

Sambil berjalan menuju ke pintu keluar karena sudah saatnya pulang, aku menghampiri ibu yang mengenakan mukena sobek tadi. Aku menepuk halus pundaknya. Lalu aku berkata, “Saya ingin memberikan mukena ini untuk ibu, ibu mau?...” Dengan wajah terkejut ia menerima mukena yang aku berikan. Tapi sesaat kemudian ia tersenyum lebar dan mempertontonkan gigi depannya yang telah keropos. “Terima kasih ya, neng…”ucapnya lirih. ….

Hari itu mendapatkan begitu banyak pengalaman berharga. Tentang kesederhanaan... dan tentang kebahagiaan yang selama ini mungkin agak aku lupakan...

3 comments:

Miss de Saire said...

pengalamnku di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, ga satupun petugas mesjid yang mengusir ato membangunkan para jamaah yg tiduran/tertidur di dalam mesjid ketika nunggu jeda waktu untuk Solat berikutnya, mau itu Ashar, Magrib, bahkan abis Tahajud menjelang Subuh, banyak bgt jemaah yang tidur di mesjid, daripada balik ke hotel.
Ko disini malah di usir2in ya??? Toh mereka ga menganggu jemaah lain ato jam solat kan?

Ingerosalina said...

Aku juga bingung, mestinya dibangunin apa enggak ya? Apakah karena waktu itu sudah dekat waktu ashar atau kali itu kebetulan petugasnya yang rese'. Mungkin karena rame sekali kali ya...jadi bergelimpangan dimana-mana gitu dan agak merepotkan orang yang mau lewat. Pokoknya nggak kayak kunjugan pertama yang adem dan nyes...Oh,ya...nice to hear your comment again.

Miss de Saire said...

iya nih mba, sibuk jd kacung di kantor baru..hehehe
jadinya baru buka2 blog lagi deh ;)