Monday, July 1, 2013
berkata-kata dan tidak berkata-kata
Hei,..tidak berkata-kata ternyata benar-benar membuat kita pada akhirnya susah untuk berkata-kata. Aku benar-benar kehabisan kata-kata dan tidak tau harus memulai cerita darimana. Tapi sumpah aku hari ini sungguh-sungguh ingin berbagi kata-kata. So, better we start ya,
ceritanya, ceritanya nih ya, sudah dua bulan terakhir ini aku mempunyai seorang karyawan yang tunawicara. Ya benar, dia bisu, tidak bisa bicara tepatnya. Awalnya agak ragu menerimanya karena ketidak sempurnaannya, tapi setelah dipikir-pikir kami putuskan untuk mencobanya. Tidak mudah bagi mereka untuk bersaing dengan orang-orang normal dalam perebutan lapangan pekerjaan, jadi sedikit kesempatan yang diberikan akan menjadi sangat berharga bagi mereka. Jadilah kami mulai beradaptasi. Sepanjang pengetahuan saya dia bekerja dengan rajin. Dari sisi kehadiran juga dia tidak banyak membolos. Terus terang aku cukup nyaman dalam mempekerjakannya. Hingga hari ini terjadilah sesuatu. Awalnya aku mampir untuk memberikan amplop gajinya, dia tersenyum dan mengangguk berkali-kali. Aku mengerti, dia mencoba untuk mengucapkan terimakasih. Tentu aku juga hanya bisa mengucapkan terima kasih dan membalas senyumnya. Tanpa berlama-lama aku langsung berpamitan untuk pergi menemui teman-temannya yang berada ditempat lain, tentunya untuk melakukan hal yang sama. Tapi sesampainya disana, aku begitu terkejut ketika teman-temannya bercerita bahwa si AA-UU, tadi terluka karena kecelakaan kerja.Sesuatu menimpa kepalanya hingga mengalami luka sobek, tapi sudah dibawa ke klinik untuk mendapatkan beberapa jahitan dikepalanya. Tentu saja aku terkejut bukan kepalang. Padahal barusan aku bertemu dengannya dan dia tidak menampakkan raut wajah sedih ataupun sakit. Eh, tapi tunggu dulu, yang benar saja, masa aku mengharapkan dia mencerita kejadian yang barusan menimpanya sedangkan dia mempunyai keterbatasan bicara. Aku langsung bergegas dan kembali lagi ke bengkel tempatnya bekerja. Untung dia masih ada disana. Dengan segala daya upaya aku berusaha untuk berkomunikasi dengannya. Aku tanyakan tentang kejadian yang tadi menimpanya. Dan dia mulai memperagakan beberapa gerakan dengan bahasa tubuhnya. Berkali-kali aku mencoba memastikan apakah benar dia tidak apa-apa. Dan dia mengangguk berkali-kali, memastikan dia baik-baik saja. Aku mencoba menyampaikan sebaiknya berhati-hati dalam bekerja. Dan sepertinya dia mengerti.Bahkan untuk menenangkanku dia memperagakan gerakan binaraga, sambil menepuk dadanya, mengatakan bahwa dia kuat. Aku tersenyum sambil menggeleng-geleng, tidak, kataku. Tetap harus berhati-hati, jaga keselamatan, ujarku sambil menepuk pundaknya. Lalu aku pun berpamitan. Sepanjang perjalanan aku kembali memikirkannya. Aku tahu dia berusaha keras untuk meyakinkanku karena aku tahu dia takut jika aku memutuskan hubungan kerja. Dengan segala keterbatasannya dia tahu bahwa posisinya sangat rentan. Aku menghela nafas. Terus terang ada kebimbangan didalam hatiku dengan kondisinya ini. Pasti akan ada kesulitan dengan keterbatasannya ini. Tapi aku tahu pasti ada jalan keluarnya. Ada pe-er baru untuk menciptakan keselamatan kerja dengan kondisi yang agak istimewa ini.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment