namaku inge, dengan e lemah seperti bunyi e pada kata kenduri, letih, perih,..dan sejenisnya. Tapi karena aku besar di sumatera, khususnya riau, khususnya lagi duri,.. yang terdiri atas berbagai macam suku, maka urusan ejaan namaku ini menjadi sedikit membingungkan. Penduduk Duri yang terdiri dari bermacam-macam suku termasuk diantaranya suku batak dan padang yang terbiasa dengan pengucapan e taling. Dimana huruf e selalu dibaca keras seperti pada kata sate,tape,tempe,dll. Dan parahnya lagi mereka hampir tidak mengenal e lemah. Jadi misalnya untuk kata wortel, e-nya dibaca keras seperti pada kata mantel.Atau misalnya lagi kata perempuan, diucapkan dengan e taling seperti bunyi e dalam kata tempel. Jadi tidak ada keraguan lagi jika namaku menjadi salah satu diantaranya dari inge menjadi inge (dengan bunyi seperti huruf e dalam kata sate atau tempe) Dan bagiku itu bukan masalah sama sekali. Hingga sekarang aku pun yakin aku lebih dikenal sebagai inge dengan diucapkan dengan e taling ketimbang inge dengan ucapan yang sesungguhnya.
Hingga akhirnya kerancuan namaku itu menjadi lebih rancu lagi ketika salah seorang dari teman ayahku,..tidak bisa mengucapkan kata inge itu tanpa akhiran r. Jadi dia selalu memanggulku INGER. Berkali-kali orang tuaku mencoba untuk meralatnya tapi tampaknya hal itu sia-sia belaka. Karena yang terjadi dia malah mempopulerkan nama Inger itu kepada beberapa tetangganya lagi sehingga mereka hanya mengenal inger bukan inge dan bukan inge. Dan komplit lah aku menjadi inge aka inge aka inger.
Aku akhirnya menerima dengan lapang dada.
Pada saat beranjak remaja, beberapa anak nakal mulai menciptakan ejekan. Ada yang memanggilku ros yang diambil dari kata rosalina. Dan lama-lama ros pun diucapkan sebagai roy sebagaimana biasanya lidah minang mengucapkannya. Dan yang paling memuakkanku adalah ketika namaku mulai dilecehkan dengan menyambungnya dengan 4 huruf saja dibelakang namaku, tapi hasilnya sungguh fatal. Silahkan merangkainya sendiri. Dan seumur hidupku, hanya satu hal ini yang membuatku sangat marah pada improvisasi orang atas namaku. Tapi aku anggap itu hanyalah pekerjaan orang-orang yang frustasi, remaja kurang perhatian dan terlalu banyak membaca nick carter. Go to hell..!!
Dan sekarang ketika aku dewasa, urusan nama ini masih belum selesai-selesai juga. Sudah beberapa kali namaku dirubah dari inge menjadi inggrid. Pertama ketika aku menerima ucapan yang di ampopnya tertulis: untuk sahabatku inggrid, dan didalamnya tertulis lagi: dear inggrid....bla..bla..bla..
Kedua ketika aku berkenalan dengan salah seorang costumer, pada saat berjabat-tangan aku mengucapkan namaku dengan jelas: inge, tapi dia berulang kali menyebutku inggrid. Dan berkali-kali aku harus meralatnya.
Ketiga ketika aku mendapatkan undangan untuk kebaktian gereja karena dari namaku mereka mengira aku bukan muslim.
Keempat ketika seorang sok tau menebak aku berasal dari manado, karena aku bernama inge. Astaga...apa tidak lihat pipi tembem, warna kulitku yang hitam legam dan hidungku yang pesek, yang jelas-jelas menggambarkan "homo Soloensis" hah??
No comments:
Post a Comment